Tutup
PaluPilihanPilkada

PPDP Hadapi Sejumlah Kendala Pemutkahiran Data Pemilih

1536
×

PPDP Hadapi Sejumlah Kendala Pemutkahiran Data Pemilih

Sebarkan artikel ini
Coffee Morning KPU Sulawesi Tengah terkait tahapan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di Sulawesi Tengah, Selasa, 4 Agustus 2020 di Media Center KPU Sulawesi Tengah. (Foto Patar)

PALU, Kabar Selebes – Anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sulawesi, Halima menyampaikan sejumlah permasalahan yang dihadapi petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) Pilkada Serentak 2020 di Sulawesi Tengah.

Saat ini, kata Halimah, tahapan sudah mencapai 70 persen dan masih tersisa waktu 10 hari lagi ke depan untuk menyelesaikan masa pemutakhiran data pemilih.

Advertising

“Beberapa hal biasa tapi masih jadi kendala. Salah satunya, banyaknya masyarakat yang memiliki data kependudukan yang tidak sinkron. Bahkan ada masyarakat yang tidak memiliki data kependudukan sama sekali,” kata Halimah pada Coffee Morning di Media Center KPU Sulawesi Tengah, Selasa, 4 Agustus 2020.

Menurut Halimah, kalau petugas PPDP mau saklak dengan aturan, mungkin sudah selesai 100%. Tapi karena petugas memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memperbaiki dokumen kependudukan. Misalnya mereka yang ingin pindah memilih, maka diberikan waktu mengubah dokumen kependudukan. Sehingga peluang untuk terdaftar di wilayah mereka berada itu lebih besar.

“Kita juga punya prosedur baru terkait pemilih yang masih di bawah umur atau pemilih yang sampai 17 tahun pada hari H, tapi sudah atau pernah menikah. Sebelumnya, mereka yang sudah menikah itu langsung dicatatkan saja. Sekarang, prosedurnya sudah harus dibuktikan dengan akte atau buku nikah dan KTP. Kita tahu bersama bahwa rata-rata yang menikah dibawah umur  juga menikah dibawah tangan. Selain tidak punya buku nikah, rata-rata belum punya KTP maka itu kita catatkan dan diberikan ruang agar bisa dan dikomunikasikan dengan Dukcapil. Harapannya Dukcapil bisa menerbitkan dokumen karena sekarang Dukcapil memberikan peluang untuk menerbitkan KTP bagi warga yang menikah dibawah umur dengan kode, Nikah Tidak Tercatat,” jelasnya.

Kata Halimah, ini bisa menjadi petunjuk dan peluang agar warga tersebut bisa didata di tahapan pemutakhiran ini.

Masalah lain yang dialami petugas PPDP terkait batas-batas wilayah. Contoh batas wilayah Sigi dan Poso yang sampai hari ini kalau menurut pemerintah tidak ada masalah terkait dengan batas. Tetapi orang yang menempati batas dan orang yang berada di dekat akses batas, itu yang kemudian bermasalah.

“Apalagi, kadang-kadang masyarakat sulit menyampaikan kondisi yang sebenarnya. Contoh, sebenarnya yang bersangkutan ber-KTP Sigi, tetapi kemudian dia juga masih memegang KTP Poso yang notabene itu merupakan KTP lama yang ketika merubah KTP, KTP lama tidak diserahkan. Atau sebaliknya, yang bersangkutan tinggal di Sigi tapi ber-KTP Poso tetapi tetap berada di Sigi. Tidak mau mengaku warga Poso tetapi sudah ber-KTP Poso,” beber Halimah.

Selanjutnya, kata Halimah, ada juga kendala di titik-titik rawan keamanan. Itu tetap diusahakan sampai akhir proses.

“Dan mungkin yang paling krusial saat ini selain hunian tetap warga bekas korban bencana juga menyisakan masalah di Palu dan Sigi. Masalah yang timbul karena statusnya hunian tetap artinya, idealnya orang-orang yang tinggal disitu adalah orang menetap disitu dan diresmikan dengan dokumen kependudukan bahwa mereka adalah penduduk tetap di tempat tersebut,” katanya.

Namun kenyataannya, masih sekitar 70 persen penghuni hunian tetap adalah eks likuifaksi dari luar Tondo dengan KTP diluar Tondo. Untuk bisa mencoklit sesuai dengan prosedur, hanya bisa dilakukan oleh petugas yang bertugas di wilayah itu. Sementara, jumlah yang ada di hunian tetap hanya membolehkan merekrut satu atau dua petugas PPDP sesuai dengan A-KWK yang muncul. Dan lebihnya itu tidak akan bisa di-handle oleh PPDP tersebut.

“Kita menunggu adanya payung hukum untuk menjamin hak warga yang bermukim di hunian tetap agar dapat memilih diluar dari alamat KTP asalnya,” kata Halimah.

Hal sama dengan warga korban bencana banjir di Poso beberapa waktu lalu. Data kependudukan mereka turut hilang bersama bangunan kantor pemerintah setempat. Sehingga satu-satunya data yang dipegang adalah A-KWK di tangan petugas PPDP. Masalahnya, mereka berhamburan. Ada yang tinggal di kebun, rumah keluarga hingga hutan. Sehingga untuk dilakukan pemutakhiran pemilih, mereka tidak berada di alamat sesuai KTP.  (ptr/fma)

Silakan komentar Anda Disini….