LUWUK, Kabar Selebes – PT. Federal International Finance atau FIF Cabang Luwuk lakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap salah seorang karyawannya lagi yang diketahui bernama Riyanto Nayoan.
PHK terhadap Riyanto Nayoan itu, sesuai surat Nomor 01/X/HC/FIFGroup/LUWUK/2020, dengan alasan karena yang bersangkutan dianggap oleh PT. FIF Cabang Luwuk tidak memenuhi target capaian penagihan angsuran kendaraan konsumen yang menunggak.
Kepada KabarSelebes.id, Riyanto Nayoan mengaku bingung dengan keputusan PT. FIF Cabang Luwuk tersebut.
Padahal, setiap hari dirinya melakukan penagihan terhadap konsumen yang menunggak angsuran kendaraan, yang sebagian besarnya berprofesi sebagai tukang ojek, pedagang sembako, dan petani.
Namun, alasan para konsumen tersebut belum dapat membayar tagihan angsuran kendaraan karena kondisi pandemi Covid-19 yang berpengaruh terhadap pendapatan ekonomi mereka.
Bahkan, ada pula konsumen yang menunggak angsuran kendaraan tersebut memilih mencari pekerjaan lain untuk menafkahi keluarganya karena kondisi pandemi saat ini.
“Saya tidak dapat memaksakan target perusahan, bukan karena lalai. Tetapi karena kondisi konsumen memang lagi terpuruk. Apakah harus dipaksa juga, agar mendapat peringkat efisiensi kerja,” ujar Riyanto saat ditemui di Sekertariat SBSI Cabang Kabupaten Banggai pada Jum’at (16/10/2020).
Ia menjelaskan, dalam surat PHK dalam bentuk panismen menyebutkan soal keterlambatan masuk kerja pada Juni 2020 lalu.
Kemudian, surat kedua menyebutkan performance atau tidak memenuhi target pada Juli 2020, yang ditingkatkan menjadi Surat Peringatan (SP) III di Augustus 2020.
Setelah itu, pada 8 Oktober 2020, menjadi Leter of Commitment (LOC) yang menyebutkan, apabila tidak tercapai target 10 persen, maka dirinya harus bersedia menerima sanksi sesuai peraturan perusahan dan perundang-undangan yang berlaku.
Namun, sebelum dikeluarkan LOC tersebut dirinya diminta untuk menandatanganinya dan tanda mengundurkan diri.
“Tetapi hal itu, tidak saya lakukan. Saya tanda tanganni LOC sanksi bulan September 2020. Tidak menyatakan PHK,” aku Riyanto dalam pokok perkara yang dialaminya.
Ketua SBSI Cabang Kabupaten Banggai, Ismanto mengaku sangat menyayangkan keputusan gegabah Kepala PT. FIF Cabang Luwuk yang melakukan PHK hanya karena tidak mencapai target penagihan dan dianggap gagal.
Ismanto mengatakan, surat PHK Nomor 01/X/HC/FIFGroup/LUWUK/2020 tertanggal 8 Oktober 2020 yang diberikan menyebutkan bahwa Riyanto Nayoan NPK 31706 Jabatan CR Coordinator Cabang Luwuk dipecat dengan dalil :
1. Pelanggaran Peraturan Perusahan sesuai dengan pasal 68 : Pemutusan Hubungan Peningkatan Kerja Surat Peringatan.
2. Karena alasan mendesak sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Pemutusan Hubungan Kerja berlaku sejak SK ini ditanda tangani.
4. Selama proses penyelesaian admnistrasi berlangsung, pelaksana kewajiban para pihak dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.
“Hal ini sangat bertentangan dengan semangat kerja Presiden Jokowidodo tentang pembukaan lapangan kerja dan Surat Edaran Kementrian Tenaga Kerja dimasa Pandemi Covid-19,” terangnya.
Menurutnya, Kepala PT. FIF Cabang Luwuk dianggapnya tidak kapok atas tindakan melakukan PHK terhadap karyawannya.
Padahal, keputusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Palu Nomor 18/pdt.Sus-PHI/2020/PN/Pal dimenangkan pihak buruh harus menjadi dasar.
Menurutnya, hal tersebut harus menjadi cerminan, agar tidak melakukan PHK secara sepihak, meskipun telah diatur dalam sanksi perusahan karena dibatalkan lewat gugatan karyawan atas nama Zainul Rahman.
Dijelaskannya, dalam kutipan petitum diprimernya terdapat enam poin yang menyebutkan :
1. Mengabulkan penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (CB) terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak milik tergugat yang dimohonkan oleh penggugat.
3. Menyatakan PHK yang dilakukan tergugat adalah cacat hukum dan olehnya batal demi hukum.
4. Menyatakan hubungan kerja antara penggugat dan tergugat berakhir sejak putusan dibacakan.
5. Menyatakan tergugat melakukan PHK karena efisiensi.
6. Menghukum tergugat untuk membayarkan hak-hak normatif penggugat, sebagaimana diatur dalam Pasal 164 Ayat 3 UU 13 Tahun 2013.
Kaitannya dengan kasus Riyanto, kata dia, sudah sangat jelas keliru dan tidak dapat dibiarkan terjadi kepada seluruh karyawan yang bekerja di perusahan tersebut.
“Meskipun Pasal 164 Ayat 3 UU 13 Tahun 2013, ini masuk dalam Omnibus Law, namun prinsipnya keseluruhan telah menjawab kasus yang dihadapi Riyanto Nayoan,” terangnya
Menurut Kepala PT. FIF Cabang Luwuk, Doni Rosdian saat dikonfirmasi terkait hal itu, tanggapan miring beberapa pihak terhadap keputusan PHK Riyanto Nayoan oleh PT. FIF Cabang Luwuk dianggapnya keliru.
“Surat PHK yang diberikan kepada Riyanto Nayoan pada 8 Oktober 2020, telah sesuai prosedur perusahan dan diatur dalam UU 13 Tahun 2013. Sebelumnya telah dikeluarkan peringatan berjenjang sampai keluarnya surat PHK,” jelas Doni kepada KabarSelebes.id, Sabtu (17/10/2020).
“Kami juga telah menyiapkan pesangon sesuai aturan Pasal 161 UU 13 Tahun 2013 kepada Riyanto Nayoan yang bekerja selama sembilan tahun diperusahan, tetapi yang dituntut menggunakan Pasal 164 Ayat 3,” kata Doni menambahkan.
Lanjut ia mengatakan, tuntutan menggunakan Pasal 164 Ayat 3 tersebut sangat bertentangan dengan perundang-undangan.
Meskipun sesungguhnya Pasal 164 ayat 3 tidak dapat digunakan sebagai tuntutan yang diwakili SBSI terhadap perusahan.
Bahkan, ia juga mengakui bahwa PT. FIF Cabang Luwuk yang dipimpinnya itu, bukan hanya kali pertama melakukan PHK terhadap karyawan.
Namun, PHK terhadap karyawan yang dilakukan pihaknya sudah sesuai prosedur yang berlaku.
Ia juga menanggapi perihal hasil Putusan Hubungan Kerja (PHI) Nomor 18/pdt.Sus-PHI/2020/PN/Pal yang dimenangkan Zainul Rahman.
Menurutnya, kasus Zainul Rahman berbeda kaitannya dengan efisiensi kerja.
“Kasus Riyanto itu, berbeda dengan Zainul Rahman dan kami masih melakukan kasasi di Mahkama Agung (MA),” tegasnya.
Ia menambahkan, terkait alasan melakukan PHK terhadap Riyanto Nayoan yang dianggap tidak rasional, padahal kebijakan relaksasi pembiayaan dimasa pandemi Covid-19 perusahan juga telah memberlakukan hampir 2000 konsumen FIF, yang mengajukan dan telah sesuai dengan Peraturan Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank (LJKNB) pada 14 Maret 2020, oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Contohnya, angsuran yang tinggal setahun pembayaran, diberikan keringanan dari 12 bulan diperpanjang menjadi 15 bulan dengan potongan angsuran.
Namun, jumlah yang dibayar tetap, hanya waktunya saja yang diperpanjang.
Hal itu, kata dia, tidak dapat dijadikan alasan bagi karyawan untuk kerja sesuai target, apalagi Riyanto Nayoan adalah koordinator yang membawahi beberapa orang.
“Masa yang lain mampu mencapai target dan disiplin menjalankan kerja selama ini,” tandasnya. (im/rlm)
Laporan : Irwan Merdeka