BANGGAI, Kabar Selebes – Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Kabupaten Banggai Ismanto, hearing dengan tujuh Fraksi tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja. Ketua DPRD, Suprapto telah menandatangani naskah rekomendasi penolakan.
“Naskah penolakan Undang-Undang Omnibuslaw dibuat SBSI Kabupaten Banggai, hanya satu fraksi Gerindra belum tanda tangan dari tujuh fraksi di DPRD,” ujar Ismanto Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia Cabang Kabupaten Banggai, di Luwuk Selasa (13/10/2020).
Menurutnya, meskipun tersisa satu fraksi belum menandatangani naskah penolakan UU Cipta Kerja, enam fraksi PDI-P, NasDem, PKS, Golkar, Perindo, PKB dan Hanura telah mewakili tuntutan SBSI.
Naskah yang telah ditandatangani tujuh fraksi akan dikirim ke SBSI Pusat untuk mewakili tuntutan penolakan ditujukan ke DPR-RI.
Dikatakan UU Cipta Kerja ditolak oleh seluruh buruh karena ada konspirasi jahat. Terbukti melalui penghilangan beberapa pasal tuntutan selama ini menjadi dilema perusahan dan buruh yang diatur dalam UU No 13 tahun 2013 tentang Tenaga kerja.
Tak hanya itu, hoaks tentang tenaga kerja asing tidak bebas masuk dan harus memenuhi syarat dan peraturan pada pasal 89 ayat 3 UU 13/2013 perubahan pasal 42, faktanya tertulis dalam Cipta Kerja memudahkan tenaga kerja asing masuk Indonesia melalui izin tertulis dirubah menjadi rencana pengunaan TKA pasal 42 jadi tidak perlu ada penanggung diatur pada pasal 43.
“Parahnya syarat dan kompetensi TKA pasal 44 dihapus. Artinya TKA bebas mengisi posisi jabatan dari atasan sampai buruh paling rendah,” papar Ismanto.
Selain itu Ismanto beranggapan, banyaknya kasus buruh lokal yang ada di berbagai perusahan Kabupaten Banggai selama ini masih banyak yang belum tuntas.
Terbukti permasalahan tenaga kerja di beberapa perusahan Kabupaten Banggai yang didampingi SBSI sampai tahun 2020 mengalami kenaikan jumlah dari seribu menjadi seribu seratus kasus.
Permasalahan itu mulai dari PHK 2015-2019 berjumlah kurang seribu, tidak mendapat jaminan kerja seperti BPJS, upah minimum tak memenuhi standar dan perlindungan terhadap buruh.
“Jadi yang dibutuhkan direvitalisasi kembali, bukan menciptakan masalah baru, melalui Undang Undang Omnibus Law,” tutup Ismanto. (emy/ap/fma)
Laporan : Emay