PALU, Kabar Selebes – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Poso berencana membuat panitia khusus atau Pansus untuk menyelidiki aktifitas pengerukan sungai di mulut sungai Poso.
Aktivitas pengerukan dilakukan oleh perusahaan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) milik PT Poso Energi, perusahaan milik keluarga Jusuf Kalla. Sikap ini diambil setelah mendengar pemaparan tim ahli ekspedisi Poso dalam rapat dengar pendapat hari Selasa (17/12/2019).
Dalam hearing itu, geolog dari Forum Geosaintis Muda Indonesia, Reza Permadi mengemukakan jenis bebatuan yang ada di sebagian dasar sungai yang akan dikeruk.
Pernyataan ini juga sesuai dengan yang ditemukan oleh tim Ekspedisi Poso dalam penelitian di wilayah ini pada bulan Mei dan Juli 2019.
Jenis bebatuan ini memiliki pori atau rongga yang bisa meloloskan air ke dalam tanah. Hal inilah yang dikhawatirkan akan membuat air sungai amblas ke dalam tanah jika pengerukan mengenai bebatuan di dasar sungai.
Apalagi dalam beberapa cerita nelayan, di bawah sungai Poso ada beberapa gua. Salah satunya adalah gua Pamona di kelurahan Pamona, kecamatan Pamona Puselemba.
Dalam kesaksiannya, Cristian Bontinge, ketua adat kelurahan Pamona menceritakan, dirinya pernah memasuki gua hingga beberapa tingkat ke bawah dan merasakan sungai telah berada diatasnya.
Selain alasan geologis, pengerukan ini juga oleh ahli perikanan Dr Meria Tirsa Gundo akan mengancam kelestarian ekosistem sungai karena adanya rencana reklamasi Kompodongi.
Kawasan seluas kurang lebih 35 hektar ini menurut dia menjadi tempat transisi ikan-ikan dari sungai sebelum menuju ke danau. Kompodongi menjadi semacam bank makanan bagi ikan-ikan seperti ikan mas dan sidat sebelum menuju danau.
Terkait pemaparan yang disampaikan oleh tim ahli ekspedisi Poso, sejumlah anggota DPRD kemudian memberikan tanggapan terutama mengenai langkah yang perlu dilakukan lembaga itu.
Cony Modjanggo, ketua fraksi Nasdem misalnya mengungkapkan keheranannya terhadap lambannya respons lembaganya terhadap apa yang disuarakan masyarakat yang menolak proyek pengerukan itu.
“Seperti ada kesan mengulur waktu sampai akhirnya kita dengar jembatan telah dibongkar,”kata Cony Modjanggo.
Apalagi proyek pengerukan sungai Poso ternyata menggunakan bom untuk meledakkan batu-batuan di dasar sungai. Menurut Cony, penggunaan bom itu menjadi persoalan serius karena air sungai itu kemudian dikonsumsi oleh masyarakat di wilayah Poso Kota dan Lage.
Penggunaan bom dalam pengerukan ini meski oleh perusahaan sudah mengantongi ijin namun tidak mempertimbangkan dampak ekologi dan kesehatan bagi masyarakat yang mengonsumsinya.
Iskandar Lamuka dari fraksi Demokrat menyoroti adanya pernyataan dari anggota DPRD lainnya yang memberi kesan bahwa lembaga perwakilan rakyat itu sudah menyetujui pembongkaran jembatan maupun proyek pengerukan sungai. Faktanya menurut dia, hingga saat ini DPRD Poso belum mengeluarkan sikap resmi.
Sony Kapito anggota DPRD dari partai Perindo mengungkapkan, keberadaan ijin perusahaan ini sejak jauh sebelumnya memang kurang mendapat perhatian serius salah satunya dari sisi AMDAL.
Menurut dia, ada kesan AMDAL perusahaan ini sejak di proyek PLTA 2 atau Poso 2 dalam tanda petik menurutnya dijual, sebab sebelumnya hanya disebut untuk 3 turbin, namun dalam perkembangannya ternyata untuk 5 turbin.
Setelah mendapat penjelasan dari sisi geologis dan biologi oleh tim Ekspedisi Poso, Soeharto Kandar dari fraksi Golkar mengatakan mereka kini menjadi lebih jelas melihat persoalan yang dikhawatirkan oleh masyarakat di wilayah sekitar danau dan sungai Poso.
Dia mengakui adanya keterlambatan respon dalam persoalan ini. Menurut dia apa yang menjadi tuntutan masyarakat dan apa yang menjadi kebutuhan perusahaan harus ketemu sehingga tidak saling merugikan. Oleh karena itu menurut Soeharto, pihaknya akan mendengarkan juga keterangan dari ahli lain sebagai bahan perbandingan.
Dalam pertemuan itu, Lian Gogali, ketua tim Ekspedisi Poso menyampaikan rekomendasi Tim Ekspedisi Poso agar DPRD mendorong kawasan danau Poso sebagai geopark sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 5 tahun 2019 . Dalam Perpres ini, Danau Poso menjadi satu diantara 101 danau dan kawasan lain di Indonesia yang bisa dikembangkan sebagai taman wisata bumi.
Usulan ini untuk menggantikan rencana pemerintah daerah dan PT Poso Energi yang hendak mereklamasi kawasan Kompodongi untuk membuat taman konservasi.
Kawasan Kompodongi sendiri merupakan wilayah lindung sesuai dengan peraturan daerah RTRW nomor 8 tahun 2012.
Dalam rencana PT Poso Energy, di wilayah ini nantinya akan ditimbun dengan material sebanyak 800 ribu meter kubik yang sumbernya dari hasil pengerukan dasar Sungai Poso.
Dalam rapat yang berlangsung mulai pukul 10:00 hingga 13:00 wita itu wakil ketua DPRD Poso Romi S Alimin yang memimpin sidang kemudian mengagendakan rapat internal DPRD untuk membahas agenda pembentukan Pansus pengerukan sungai danau Poso.
Anggota APDP, Hajai Ancura mengatakan, rencana pembentukan pansus ini perlu mendapat perhatian. Sebab menurut dia, dalam beberapa pertemuan sebelumnya DPRD yang sudah mendengarkan aspirasi mereka toh tidak melakukan apapun.
“Kita akan kawal dan lihat apakah pernyataan para anggota dewan yang terhormat didalam hearing itu benar-benar akan ditindaklanjuti atau tidak. Jika tidak maka ini menunjukkan preseden buruk bagi wakil rakyat karena mereka tidak menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat,”tegas Hajai.(*)