PALU, Kabar Selebes – Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, mengaku terkejut setelah mengetahui bahwa 40 persen dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Sulteng sepanjang tahun 2024, atau sekitar Rp11,7 miliar, dialokasikan untuk mendanai klub sepak bola Persipal Palu.
“Oh ya? Persipal dapat anggaran besar dari Bank Sulteng? Saya baru tahu. Besar sekali, Rp11,7 miliar. Persipal itu klub profesional berbadan hukum PT, seharusnya tidak dibiayai oleh Pemda,” ujar Anwar Hafid saat ditemui Selasa (13/5/2025).
Anwar menilai alokasi dana sebesar itu tidak wajar karena klub profesional seharusnya mendapatkan pendanaan melalui skema sponsorship, bukan dari CSR yang bersumber dari uang publik.
Dalam laporan tata kelola perusahaan Bank Sulteng, yang ditandatangani oleh Komisaris Independen Novi Ventje Berti Kaligis dan Direktur Utama Hj. Ramiyatie, terungkap bahwa dari total Rp29,5 miliar dana CSR sepanjang tahun 2024, Rp11,7 miliar digunakan untuk Persipal. Dana itu dicairkan sebanyak sembilan kali antara Januari hingga September 2024, dengan nominal terbesar sebesar Rp2,52 miliar pada 5 September 2024.
Lebih mengejutkan lagi, sebanyak Rp9,17 miliar dari total tersebut bukan berasal dari dana internal Bank Sulteng, melainkan dari CSR Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah sebagai pemegang saham utama. Artinya, dana publik secara tidak langsung menjadi sumber utama pendanaan Persipal.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Humas PT Bank Sulteng, Abduh Borman, menjelaskan bahwa pengelolaan dana CSR tersebut dilakukan langsung oleh Pemprov Sulteng selaku pemegang saham. “Berdasarkan surat yang masuk dan telah dikonfirmasi, tidak ada aliran dana CSR ke PSSI. Seluruh dana bantuan disalurkan langsung ke rekening resmi Persipal,” jelas Abduh pada Senin (12/5/2025).
Abduh juga meluruskan bahwa nama “Persatuan Sepak Bola Indonesia Palu” yang sebelumnya disebutkan dalam dokumen merupakan kepanjangan dari Persipal.
Gubernur Anwar Hafid kembali menegaskan bahwa penggunaan dana CSR dari pemerintah daerah untuk mendanai klub sepak bola adalah kebijakan yang keliru. “Tidak boleh klub sepak bola dibiayai melalui Pemda. Itu keliru,” tegasnya.
Kritik ini semakin menguatkan sorotan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana CSR di Sulawesi Tengah, khususnya yang bersinggungan dengan kepentingan politik dan olahraga.(abd)