PALU, Kabar Selebes – Publik Sulawesi Tengah tengah menyoroti dugaan suap dalam pemilihan pimpinan DPD RI dan MPR RI periode 2024-2029.
Kasus ini menjadi perbincangan hangat setelah pemilihan yang berlangsung pada 1 Oktober 2024, di mana Abcandra Muhammad Akbar Supratman terpilih sebagai Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD RI.
Abcandra Muhammad Akbar Supratman, yang akrab disapa Akbar Supratman, adalah senator muda asal Sulawesi Tengah. Ia juga dikenal sebagai putra dari Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas.
Dugaan suap ini pertama kali mencuat setelah diungkapkan oleh M. Fithrat Irfan, mantan Staf Ahli anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah, Rafiq Al Amri. Dalam wawancara yang diunggah di kanal YouTube Forum Keadilan TV berjudul “Money Politic Pemilihan Pimpinan MPR dan Ketua DPD RI”, yang tayang pada Kamis, 6 Februari 2025, Irfan menyoroti praktik politik uang dalam proses pemilihan pimpinan MPR RI.
Dalam wawancara tersebut, Irfan mengklaim bahwa pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI dari unsur DPD RI melibatkan praktik suap-menyuap. Ia menyebut bahwa paket pimpinan DPD RI yang didukung oleh Rafiq Al Amri berhasil memenangkan pemilihan dengan cara yang tidak etis.
“Ada konversi dari dolar ke rupiah. Uang suap yang diberikan untuk memenangkan Ketua DPD RI sebesar 5.000 dolar AS dan Wakil Ketua MPR RI sebesar 8.000 dolar AS per anggota DPD RI,” ungkap Irfan.
Jika dikonversi ke rupiah, total dugaan suap yang diberikan kepada setiap anggota DPD RI mencapai sekitar Rp204.680.000.
Sebelumnya, Irfan telah melaporkan Rafiq Al Amri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 6 Desember 2024 dengan Nomor Informasi 2024-A-04296. Ia mengungkapkan bahwa dirinya kembali dipanggil oleh KPK pada 11 Desember 2024 untuk memberikan keterangan tambahan.
Dalam kesaksiannya, Irfan mengaku telah menyerahkan berbagai bukti yang menguatkan dugaan suap tersebut, termasuk perintah dari seorang anggota DPD RI dapil Sulawesi Tengah untuk menukarkan uang dolar Amerika menjadi rupiah di salah satu bank.
“Total uang yang ditukarkan mencapai 13.000 dolar AS atau lebih dari Rp200 juta. Saya juga telah menyerahkan bukti percakapan, tangkapan layar, serta bukti penukaran uang kepada KPK,” tegasnya.
Irfan berharap KPK segera menindaklanjuti laporannya demi menjaga semangat pemberantasan korupsi yang terus digaungkan oleh Presiden Prabowo.
“Saya berharap kasus ini menjadi perhatian dan terus dikawal,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kasus dugaan suap ini harus dilihat secara objektif dan tidak boleh dianggap sebagai persoalan pribadi antara dirinya dengan anggota DPD RI berinisial RA.
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, anggota DPD RI, Rafiq Al Amri, membantah tudingan yang disampaikan M. Fithrat Irfan. Ia bahkan menyangkal bahwa Irfan pernah menjadi staf ahlinya.
“Supaya diketahui siapa yang dusta dan siapa yang fitnah. Mulai dari dia mengaku staf saja sudah dusta. Ikut saya, ya, tapi bukan staf,” tulis Rafiq Al Amri melalui pesan WhatsApp, Minggu (9/2/2025).
Rafiq menjelaskan bahwa Irfan hanya berada di kantornya selama sekitar satu setengah bulan setelah pelantikan, namun tidak berstatus sebagai staf ahli.
“Dia ikut waktu pra pelantikan dan di kantor selama 1,5 bulan, tapi bukan staf ahli. Karena staf ahli itu sudah diminta namanya satu bulan sebelum pelantikan. Saya kenal dia nanti di Jakarta, rekomendasi dari Pak Mahmud, teman pegawai KPU Sigi,” jelasnya.
Rafiq menegaskan bahwa tuduhan dugaan suap yang disampaikan Irfan adalah fitnah semata.
“Itu hanya dugaan, buruk sangka, dan fitnahnya saja,” ujarnya singkat.
Berbeda dengan Rafiq Al Amri yang bersedia memberikan klarifikasi, Wakil Ketua MPR RI Abcandra Muhammad Akbar Supratman memilih bungkam.
Akbar Supratman, yang dikenal dengan julukan Kaka Baju Hitam, hingga berita ini ditayangkan, belum memberikan respons atas upaya konfirmasi wartawan. Pesan WhatsApp yang dikirimkan ke nomor pribadinya belum mendapat balasan.
Publik pun kini menantikan kejelasan lebih lanjut mengenai keterlibatan para pihak dalam dugaan skandal politik uang ini, termasuk apakah Akbar Supratman memiliki peran dalam kasus tersebut.
Kasus ini masih terus berkembang, dan semua mata kini tertuju pada langkah KPK dalam mengusut dugaan suap pemilihan pimpinan DPD RI dan MPR RI. ***