PALU, Kabar Selebes – Seorang pengusaha di bidang penyewaan alat berat, James Henri Hamdani, yang juga Direktur PT Ceria Alam Sentosa, mengaku kecewa atas tindakan PT Sany Perkasa. James merasa diperlakukan tidak adil oleh perusahaan suplier alat berat tersebut setelah membeli 22 unit eksavator secara kredit.
Menurut James, PT Sany Perkasa menawarkan pembelian alat berat dengan sistem kredit melalui PT Sany Kapital, yang merupakan bagian dari grup perusahaan yang sama. Pada tahun 2021, ia membeli berbagai jenis eksavator dengan total 22 unit. Dari jumlah tersebut, 19 unit dibiayai melalui skema kredit oleh Sany Kapital, sementara 3 unit dibayar secara tunai.
“Awalnya saya melihat prospek yang bagus dalam bisnis rental alat berat, sehingga saya memutuskan untuk membeli unit dari Sany Perkasa. Namun, masalah muncul ketika pembayaran terganggu akibat faktor cuaca ekstrem yang berdampak pada proyek-proyek saya di Kendari,” ujar James Senin (3/2/2025).
James mengklaim bahwa meskipun pembayaran sempat tertunda, ia tetap berusaha berkomunikasi dan menunjukkan itikad baik dengan menyetorkan sejumlah pembayaran. Namun, PT Sany Kapital justru melakukan tindakan sepihak dengan mengunci (lock) unit eksavator miliknya secara bertahap menggunakan sistem GPS. Akibatnya, alat-alat tersebut tidak bisa dioperasikan, yang kemudian berdampak pada bisnis penyewaan alat beratnya.
“Tiba-tiba alat saya dikunci saat sedang bekerja, sehingga pekerjaan terganggu dan penyewa pun membatalkan kontrak. Ini jelas merusak reputasi saya sebagai pengusaha rental alat berat,” tambah James.
Permasalahan semakin memuncak ketika James mengajukan permohonan restrukturisasi kredit, namun ditolak oleh PT Sany Kapital dengan alasan tunggakan yang dianggap terlalu lama. Perusahaan tersebut kemudian memberikan dua pilihan, yakni melunasi tunggakan senilai lebih dari Rp2 miliar atau menyerahkan seluruh unit secara sukarela.
“Karena saya tidak mampu membayar dalam jumlah sebesar itu, saya akhirnya terpaksa menyerahkan 22 unit eksavator kepada mereka dengan harapan mendapatkan pengembalian sebagian uang yang sudah saya bayarkan,” kata James.
Namun, bukannya mendapatkan solusi, James justru menghadapi gugatan hukum dari PT Sany Kapital di Pengadilan Niaga Makassar pada akhir tahun 2023. Dalam gugatan tersebut, PT Sany Kapital menuntut James untuk membayar lebih dari Rp6 miliar meskipun unit eksavator telah diserahkan.
“Saya sangat kaget dan merasa diperlakukan tidak adil. Saya sudah menyerahkan alat berat tersebut, tetapi mereka tetap menuntut saya dengan jumlah yang tidak masuk akal,” ungkapnya.
James berharap agar kasus ini bisa mendapatkan perhatian dari pihak berwenang serta diselesaikan secara adil. Ia juga meminta agar perusahaan pembiayaan seperti PT Sany Kapital lebih mengutamakan komunikasi dan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak, terutama bagi pengusaha lokal yang menggantungkan hidupnya dari bisnis rental alat berat.
PT Sany Kapital belum memberikan tanggapan resmi terkait keluhan yang disampaikan oleh James Henri Hamdani namun pihak PT Sany Perkasa memberikan tanggapan terkait kasus ini melalui Deni, selaku Marketing PT Sany Perkasa. Ia menjelaskan bahwa kesepakatan awal tetap mengharuskan pembayaran setiap bulan dalam kondisi apa pun, kecuali ada kondisi luar biasa secara nasional atau regional.
Menurut Deni, semua urusan dengan James Henri Hamdani ada dalam perjanjian jual beli. Bahkan semuanya ada dalam klausul kontrak.
“Ini ada sebab ada akibat. Dalam perjanjian harus ada pembayaran dan nilai yang disetorkan tidak sesuai kontrak,” jelas Deni.
Dia juga menyebut bahwa pihaknya sudah melakukan restrukturisasi keringanan tapi dilanggar. Setelah berjalan ternyasta los tidak ada pembayaran.
“Dulu pas tidak bayar, berarti nanti katanya Februari terakhir malah sih. Dua bulan tapi dibayar satu bulan. Otomatis, kan kesepakatan awal itu tetap harus setiap bulan dengan kondisi apa pun, kecuali kondisi semua masif ya, nasional atau regional. Itu dilakukan ke semua unit,” ujar Deni, Selasa, (4/2/2025).
Deni juga menambahkan bahwa dari database pelanggan PT Sany Perkasa di Sulawesi, hanya beberapa pelanggan yang mengalami masalah pembayaran. “Customer yang bermasalah dari database saya sekitar hampir 200, hanya beberapa yang bermasalah, berarti yang lain nggak bermasalah, yang lain komitmen. Nah, ini kan yang jadi pertanyaan apakah ini memang dari sisi customer-nya dalam hal pekerjaannya seperti apa,” jelasnya.
Terkait dengan tindakan jika ada keterlambatan pembayaran, PT Sany Perkasa memiliki prosedur peringatan sebelum unit dihentikan operasionalnya. “Kalau ada kontrak yang macet dan sebagainya, unitnya itu pasti akan di-lock. Tapi sebelum itu, kami berikan surat peringatan dulu. Setiap tahun dari pihak finance mengeluarkan pemberitahuan kewajiban senilai tertentu yang harus diakui atau diklarifikasi oleh pelanggan. Harus tanda tangan dan distempel, jadi ada prosedurnya, tidak langsung tiba-tiba dihentikan,” tambahnya.
Deni juga menjelaskan bahwa total nilai pembiayaan yang terkait dengan PT Ceria Alam Sentosa tidak sepenuhnya berada di bawah PT Sany Perkasa, tetapi juga melibatkan Sany Capital sebagai pihak leasing.
“Kalau ke pihak saya sendiri langsung kecil, mungkin sekitar Rp2 miliar. Tapi kalau ke pihak pembiayaan, saya nggak tahu karena banyak unit yang diambil. Mungkin sekitar 20 unit dengan nilai hampir Rp15-16 miliar. Itu bukan ke kami Sany Perkasa, tetapi ke Sany Capital sebagai pihak leasing dan pembiayaan,” tutup Deni.(abd)