POSO, Kabar Selebes – Survei terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) 2024 mengungkapkan kelangkaan pupuk sebagai salah satu masalah mendesak yang dikeluhkan oleh masyarakat Sulawesi Tengah.
Sebanyak 14% masyarakat Sulteng menyebut kelangkaan pupuk sebagai masalah serius yang menghambat produksi panen petani.
Keberhasilan usaha tani sangat bergantung pada berbagai faktor produksi, salah satunya adalah ketersediaan pupuk yang memadai.
Namun, hingga saat ini, kelangkaan pupuk masih menjadi masalah yang belum terselesaikan.
Permasalahan ini mendapat perhatian dari Bakal Calon Gubernur Sulawesi Tengah, Ahmad Ali, yang dikenal akrab dengan isu pertanian. Ahmad Ali telah beberapa kali terlibat dalam pengembangan budidaya melon di Sulteng.
“Data survei ini jelas menunjukkan bahwa petani masih terperangkap dalam masalah kelangkaan pupuk. Jika tidak segera ditanggulangi, kesejahteraan petani tidak akan tercapai, meski ada opini politik yang mencoba menutupi masalah ini,” tegas Ahmad Ali pada Selasa (23/07/2024).
Ahmad Ali juga menyoroti bahwa meskipun pupuk tersedia, harganya sangat mahal.
“Alasannya bermacam-macam, mulai dari tata niaga yang panjang hingga adanya pihak tertentu yang bermain untuk mengeruk keuntungan,” tambahnya.
Ia menambahkan bahwa berkurangnya alokasi pupuk bersubsidi dapat memicu gejolak di kalangan petani. Mereka terpaksa membeli pupuk non-subsidi yang harganya jauh lebih mahal.
Kondisi ini sangat memberatkan, terutama bagi petani penyewa lahan yang harus menanggung biaya produksi yang semakin tinggi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tengah 2023 menunjukkan bahwa jumlah petani di Sulawesi Tengah mencapai 457.605 orang, dengan 123.014 orang di antaranya merupakan petani milenial berusia 19-39 tahun. Selain itu, 49.536 petani di Sulteng berstatus miskin ekstrem.
Provinsi Sulawesi Tengah memiliki potensi besar untuk menjadi penyangga pangan nasional dengan luas lahan pertanian yang mencapai sekitar 400 ribu hektar.
Ahmad Ali berharap alokasi pupuk bersubsidi dapat ditambah. “Kalaupun tidak lebih tinggi, setidaknya alokasi itu bisa sama dengan tahun lalu,” ujarnya.
“Salah satu masalahnya adalah subsidi diberikan berdasarkan anggaran, bukan berdasarkan volume pupuk yang dihitung sesuai kebutuhan petani. Selain itu, biaya produksi pupuk sangat bergantung pada harga gas dan nilai tukar rupiah,” jelas Ahmad Ali.**