PALU, Kabar Selebes – Tokoh Masyarakat Poso, Haji Adnan Arsal, menyerukan pentingnya menghentikan semua bentuk kekerasan. Bagi Adnan yang didapuk menjadi Panglima Damai Poso, kekerasan –bahkan yang diatasnamakan agama—hanya akan menambah penderitaan.
Haji Adnan menjadikan pengalaman konflik berkepanjangan di Poso sebagai bukti bahwa kekerasan tak menghasilkan apa-apa kecuali kerusakan dan penyesalan mendalam.
Hal ini disampaikan Haji Adnan Arsal dalam rangkaian bedah buku Muhammad Adnan Arsal: Panglima Damai Poso yang diselenggarakan di Palu dan Poso pada 21 dan 22 Januari 2022.
Buku karya Khoirul Anam terbitan Elex Gramedia Jakarta ini memuat lengkap kisah perjuangan Haji Adnan dalam mengawal berbagai upaya damai untuk penyelesaian konflik di Poso yang pecah sejak 1998.
“Konflik ini bikin kita semua lelah, frustrasi, habis semua,” ungkap sang Panglima.
Karenanya, alih-alih menyelesaikan persoalan dengan kekerasan, Haji Adnan meminta agar masyarakat lebih mengutamakan jalan damai. Belajar dari pengalaman penyelesaian konflik di Poso, Haji Adnan percaya bahwa semua permasalahan pasti bisa dirundingkan jalan keluarnya.
“Utamakan dialog. Konflik di masyarakat, pasti bisa didialogkan. Selesaikan semuanya dengan damai, tak perlu lakukan kekerasan. Itu tidak akan menyelesaikan konflik,” lanjut Haji Adnan.
Dalam diskusi dan bedah buku setebal 266 lebih, yang berlangsung di Ballroom Swiss-Belhotel Kota Palu, selain dihadiri Haji Adnan dan Khoirul Anam, juga dihadiri Ketua MUI Kota Palu H Zainal Abidin, sebagai Keynote Speaker. Ketua MUI & PW NU Sulteng, Ust H Lukman S. Thohir, PW Muhammadiyah Sulteng, Muh. Khaeril, PB Al Khairaat, H Ridwan Yalidjama, dan Ustad Najih Arromadloni sebagai pengantar materi, serta puluhan tamu undangan lainnya.
Apresiasi Densus AT 88
Haji Adnan juga menyebut bahwa saat ini, salah satu potensi konflik yang masih ada dan menggejala adalah radikalisme dan terorisme. Ia percaya, dua ancaman di atas dapat menyasar siapa saja. Karenanya ia meminta masyarakat terus meningkatkan kewaspadaan, terlebih karena radikalisme dan terorisme kerap bersembunyi di balik ‘mimbar’ agama.
Secara khusus, Haji Adnan menyampaikan apresiasi terhadap Densus AT 88 yang dipandangnya telah bekerja sangat serius dan profesional dalam memberantas radikalisme dan terorisme. Baginya, Densus telah sukses bukan hanya dalam menindak pelaku teror, tetapi juga dalam mengawal agar ideologi radikal dan teror tidak berkembang dan memakan lebih banyak korban.
Meski demikian, Haji Adnan menyerukan bahwa penanggulangan radikalisme dan terorisme bukan semata tugas Densus 88 dan kepolisian secara umum, melainkan tugas seluruh komponen masyarakat.
“Kerja-kerja kontra narasi dan ideologi seperti yang dilakukan Densus 88 harus kita lakukan juga. Kepolisian tidak bisa bekerja sendiri; kita harus bersama-sama mencegah dan menanggulangi segala bentuk tindak kekerasan atas nama apa pun demi terwujudnya kedamaian, kesejahteraan, dan kesatuan di Negara Indonesia,” tandas Adnan.(iz)
Laporan : Indrawati Zainuddin