“Sekitar Rp500 ribu. Kalau mau dapat jaringan harus ke desa sebelah yang ada towernya. Karena disini susah sekali jaringannya,” ucapnya.
Menyikapi permasalahan ini, pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sigi mengaku tidak dapat berbuat banyak. Pasalnya, keterbatasan anggaran serta sebagian besar sekolah di Sigi berada di wilayah yang tidak terakses internet. Sehingga kerja ekstra harus dilakukan, dan langkah paling efektif dilakukan adalah mendampingi dan memberikan dukungan kepada tenaga pengajar yang ada di pelosok.
“Sistem pembelajaran saat ini hanya dua, yakni luring dan daring. Dan di Sigi kami memilih luring karena tidak semua orang tua siswa maupun siswi memiliki handphone, bahkan hampir sebagian besar wilayah disini masih kesulitan jaringan,” kata Andi Arno selaku Kepala Bidang Pendidik Dasar saat ikut mendampingi guru SMPN 16 memberikan modul pelajaran ke siswa mereka.
Pihaknya juga menjelaskan, selama proses kegiatan belajar luring, sekolah diperbolehkan untuk menggunakan dana Bantuan Operasi Sekolah (BOS) demi membiayai operasional para guru, yang nominalnya sangat memprihatinkan.
“Mereka juga diperbolehkan untuk menggunakan dana BOS sebagai operasional guru. Nominalnya tergantung jarak, kalau tidak salah, tadi mereka bilang Rp12.000,” imbuhnya.
Sementara Ardin, Kepala Seksi Kurikulum yang turut mendampingi meminta agar anggaran operasional bersumber dari BOS direvisi, sebab jarak yang ditempuh setiap harinya oleh tenaga pengajar berbeda-beda.
“Jadi nanti sampaikan ke Kepala Sekolahnya, diubah biaya transportasinya. Jangan disama ratakan. Terkhusus yang sampe ke Poso ini, jangan cuman Rp12.000,” katanya. (sob/rlm)
Laporan: Moh. Sobirin
