PALU, Kabar Selebes – Usaha turun temurun satu ini patut diacungi jempol. Jatuh bangun dalam mengembangkan usaha agar bisa diseduh tiap saat oleh penggemarnya, Kopi Bintang Harapan kini dikelola generasi ketiga merupakan perintis usaha kopi tertua di daerah ini.
Kini, di tangan generasi ketiga, omzetnya sudah mencapai Rp20 miliar per tahun. Tentunya, untuk mencapai omzet sebesar itu bukanlah tanpa tantangan.
Hartono (28), bercerita seputar usaha yang dikelolanya saat ini. Sekitar tahun 1972, dengan menempati salah satu bangunan di Pasar Tua, Palu Barat. Ketika itu, neneknya bernama Nonly Monoarfa membuka usaha produksi. Diberi label Kopi Bintang Harapan.
Merintis usahanya, Nonly Monoarfa mengawali dari produksi kecil-kecilan dan masih berskala home industry. Apalagi kala itu mesin roasting masih kapasitas kecil. Belum lagi bahan baku juga masih sulit diperoleh. Namun Nonly tak patah arang.
Dari tahun ke tahun, kopi Bintang Harapan semakin mendapat tempat di hati masyarakat Kota Palu. Usaha keluarga itu kemudian bergeser ke Hetty Limadhy, ibu dari Hartono. Selanjutnya, dikelola lagi oleh Hartono dan bapaknya, John Satria Salim.
“Dilanjutkan ibu saya. Nenek masih aktif tapi lebih banyak urus bahan baku. Saya dan bapak saat ini yang melanjutkan,” kata Hartono di areal Coffee de Central Celebes, Taman GOR, Jumat petang, 16 November 2018.
Sebuah usaha sukses bukanlah tanpa pernah mengalami masa-masa sulit. Hartono menyebutkan, masa sulit usaha keluarganya terjadi di tahun 1997 saat sudah ke Jalan Datu Adan. Kebakaran hebat menghabiskan mesin produksi dan tersisa sedikit hanya bahan baku. Butuh waktu satu tahun untuk kembali bangkit. Setelah mendapatkan pinjaman bank, Kopi Bintang Harapan pada tahun 2000 menempati lokasi barunya di Jalan Trans Sulawesi, tepatnya di Kelurahan Tondo. Dengan pinjaman bank, peralatan pun diganti ke mesin yang lebih modern.
Masa kebangkitan itu, mesin goreng masih berkapasitas 200 kilogram untuk satu kali goreng. Rupanya, lidah penggemarnya terus bertambah. Memenuhi kebutuhan yang terus menanjak, saat ini produksi per hari mencapai lima ton. Biaya produksinya sebesar Rp 50 per gram.
Perusahaan yang berusia 47 tahun itu, terus melebarkan sayap distribusi dan pemasaran. Di Sulawesi Tengah seluruh kabupaten sudah dijangkau. Terbesar penjualan ada di Kota Palu. Saat ini sudah memiliki cabang di Luwuk Kabupaten Banggai dan Balikpapan, Kalimantan Timur.
Bahkan akan terus merambah wilayah sebaran untuk seluruh Kalimantan.
Untuk bahan baku, Hartono menyebutkan diperoleh dari kopi lokal robusta dan Arabika asal Napu dan Kulawi. Untuk memenuhi tingginya kebutuhan, bahan baku kopi robusta juga didatangkan dari Propinsi Lampung.
Perkembangan usaha ini seiring dengan semakin meningkatnya penggemar kopi, bertumbuhnya warung-warung kopi, kedai kopi hingga cafe. Kopi Bintang Harapan kini sudah mengantongi pendapatan kotor sekitar Rp20 miliar atau Rp200 juta per hari. Dari sisi cost production, Kopi Bintang Harapan memang lebih tinggi karena kopinya murni dibandingkan merek lain.
Hanya saja, Hartono dulunya bukanlah penggemar kopi. Dia mengaku mulai sering menyeruput kopi saat kuliah di Jakarta.
“Saat kuliah saya sering minta dikirimi kopi lalu coba-coba. Dari situlah saya mulai menyukai kopi. Sekarang, rasanya tidak lengkap kalau belum ngopi dalam sehari,” ujar Hartono mengenang.
Saat ini, Kopi Bintang Harapan mempekerjakan 75 orang karyawan. Ada enam kemasan yang dipasarkan yaitu 10 gram, 35 gram, 50 gram,.125 gram, 250 gram dan 400 gram. (patar)
Hartono (kedua dari kiri) adalah generasi ketiga perintis Kopi Bintang Harapan Palu. Foto Patar