PALU, Kabar Selebes – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah memperingatkan bahwa aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di kawasan Poboya, Kota Palu, menjadi ancaman serius bagi sumber air warga.
Menurut Departemen Pengembangan Jaringan Jatam Sulteng, Moh. Tauhid, dampak dari penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida dalam kegiatan PETI dapat mencemari sumber air yang digunakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), yang menjadi andalan warga Kota Palu.
Dalam siaran pers yang diterima pada Jumat (11/10/2024), Tauhid menekankan bahwa perlindungan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) masyarakat harus menjadi prioritas. Ekosob meliputi hak-hak dasar seperti kesehatan, lingkungan yang sehat, serta akses terhadap air bersih. “Aktivitas PETI ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga membahayakan kehidupan warga yang menggantungkan kebutuhan air pada PDAM,” ujarnya.
Selain masalah pencemaran air, Tauhid juga menyoroti metode pertambangan yang dilakukan oleh beberapa kelompok yang menggunakan alat berat seperti ekskavator dan menggali terowongan yang tidak aman, sehingga rawan longsor. Ia mencontohkan insiden longsor di Poso Tambarana yang menyebabkan kematian warga sebagai bukti nyata risiko yang ditimbulkan oleh PETI.
Jatam Sulteng mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk menekan aparat penegak hukum, khususnya Polres Palu dan Polda Sulteng, agar segera menertibkan aktivitas PETI di kawasan Poboya dan Mantikulore. “Perlindungan terhadap hak kesehatan dan rasa aman dari ancaman merkuri dan sianida adalah hal yang mendesak,” kata Tauhid.
Lebih lanjut, Tauhid juga menekankan perlunya pemerintah membuka lapangan kerja yang sah dan berkontribusi terhadap pendapatan daerah. “Penambangan tanpa izin tidak memberikan kontribusi apapun bagi pemerintah, sementara dampaknya sangat merugikan masyarakat.”
Jatam Sulteng mengajak warga Kota Palu untuk bersama-sama menyuarakan protes terhadap aktivitas PETI yang mengancam sumber air dan keselamatan mereka. “Kami mendesak penegak hukum dan Komnas HAM untuk segera mengambil tindakan nyata demi melindungi hak hidup dan kesehatan warga Palu,” pungkas Tauhid. (*)