“Itu ibu guru jelaskan, bahwa Ri meminjam telepon guna menghubungi saya. Kemudian dia telepon saya itu dengan nada-nada mengancam. Seperti ucapan ‘awas kau datang ke Pande’ dan banyak lagi ucapan-ucapan lainnya. Ini yang saya takuti,” khawatir Mulyadi.
Akibatnya, setelah mempertimbangkan keselamatan dirinya, barulah Jumat kemarin, sosok pria bertempat tinggal di Desa Moutong Barat Kecamatan Moutong berkoordinasi soal rencana ‘mengadu’ di markas berbaju coklat tersebut.
Pendamping Desa (PD) Abdul Farid Rauf Lamadupa yang ditemui awak KabarSelebes.id Jumat (02/09) malam di Polsek Moutong menjelaskan, jika dirinya sebagai PD akan tetap mendampingi Mulyadi dalam hal berperkara yang notabenenya merupakan anak buahnya Farid —sapaan akrabnya—.
“Kan kita hanya berikan pernyataannya serta penguatan tertutup sama perangkat Desa Pande yang baru diumumkan nilai hasil uji kompetensi sebagai calon perangkat desa kemarin,” beber Farid.
Dengan adanya ancaman tersebut papar Farid, akan mempengaruhi kerja-kerja pendampingan perencanaaan desa Tahun Anggaran 2023 yang saat ini belum melaksanakan tahapan pelaksanaan desa.
“Penyebabnya karena kondisi pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa Pande belum bersinergi dengan baik selama ini. Padahal sesuai aturan tahapan penyusunan RKPDes (Rencana Kerja Pemerintah Desa, red) sudah harus selesai paling lambat akhir Bulan September 2022,” urainya.
Soal pernyataan warga Desa Pande dalam aduannya di Polsek Moutong mendapat tanggapan tegas dari Farid. Lelaki yang juga sebagai Ketua Pengurus Anak Cabang (PAC) GP Ansor Kecamatan Moutong memaparkan jika permintaan perpindahan Mulyadi dari Desa Pande, tidak semudah bak membalikkan telapak tangan.
“Karena persetujuan penempatan lokasi tugas ini dari Kementerian Desa langsung, bahkan sudah diatur pada aplikasi DRP (Dally Report Pendamping) masing-masing. Kecuali ada permintaan pak kades secara tertulis bahwa pemerintah desa tdak mau lagi dengan pak Mulyadi yang mendampingi di sana,” paparnya.