PALU, Kabar Selebes – Indonesia menempati rangking 109 negara di dunia untuk Corruption Perception Index jauh dibandingkan sedangkan untuk Swedia menempati urutan 8 dan Australia di urutan 13 di tahun 2015.
Sedangkan untuk kemudahan berusaha Indonesia juga masih tertinggal dan berasa di posisi 88 dibandingkan Swedia di rangking 3 dan Australia rangking 13.
Gubernur Sulawesi Tengah H Longki Djanggola mengaku malu dengan rangking Indonesia yang begitu jauh dibandingkan kedua negara yang disebutkan.
“Kita malu dengan rangking itu,” ujar Longki Djanggola saat memberi sambutan pada Penandatanganan Komitmen Bersama dan Workshop Penguatan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) di Lingkungan Pemprov Sulteng, Rabu, 17 Juli 2019 di Hotel Santika Palu.
Penandatanganan komitmen dilakukan antara seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) lingkup Pemprov Sulteng, Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Tengah, Gubernur Sulawesi Tengah, Wakil Ketua Ombudsman RI dan perwakilan Kantor Staf Kepresidenan RI.
Pada kesempatan itu, Longki juga membandingkan jumlah pengaduan antara Indonesia dengan beberapa negara lain.
“Sebagai ilustrasi, pengaduan yang masuk ke Ombudsman RI sekitar 6.800 laporan dari 230 juta penduduk. Ini juga berbeda jauh dengan sejumlah negara seperti di Australia dengan penduduk 25 juta jiwa namun pengaduan yang masuk ke ombudsman mencapai 28,154 laporan. Di Swedia dengan penduduk 9 juta lebih namun pengaduan yang masuk ke ombudsman sebanyak 7,143 laporan.
Menurut Longki Djanggola, menindaklanjuti pengaduan atau laporan masyarakat yang disampaikan kepada OPD sebagaimana yang diperuntukkan dalam UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahwa pengelolaan pelayanan merupakan kewajiban setiap penyelenggara pelayanan publik untuk menyediakan mekanisme dan sarana pengaduan, menugaskan pelaksana yang kompeten dan menindaklanjuti setiap pengaduan atau laporan maayarakat yang masuk ke instansinya.
“Mewujudkan sistem pengelolaan pengaduan pelayanan publik yang baik, memang membutuhkan kemauan besar untuk menindaklanjutinya. Hasil review 2017, Ombudsman RI menemukan sejumlah permasalahan dalam pengelolaan pengaduan pelayanan publik, seperti keterbatasan sumber daya manusia baik segi jumlah maupun kompetensinya,” ujar Longki.
Selain itu juga ditemukan kendala lain seperti kekurangan anggaran atau bahkan ketiadaan anggaran yang secara khusus disediakan untuk unit pengelolaan pengaduan, keterbatasan sarana dan prasarana dan ketiadaan mekanisme pengelolaan pengaduan dan sebagainya.
Meski demikian, tambah Longki, banyaknya pengaduan bukanlah gambaran buruknya sebuah OPD dan sebaliknya kecilnya jumlah pengaduan juga bukanlah gambaran baiknya sebuah OPD. (patar)