MOROWALI, Kabar Selebes – Putu Santini (28 tahun), karyawan Departemen Quality Control (QC) PT Huayue Nickel Cobalt (HYNC), memulai harinya dengan serius menguji sampel nikel jenis limonit—memiliki kadar nikel 0,8%-1,5%. Dengan mata fokus, ia menggoyang labu ukur berisi cairan aquades, mengamati setiap detail yang penting bagi pekerjaannya. Begitulah rutinitas Putu, perempuan berdarah Bali asal Masamba, Luwu Utara, Sulawesi Selatan, sejak pertama kali menginjakkan kaki di Morowali pada September 2021.
Lulusan Kimia Universitas Hasanuddin ini awalnya sempat diragukan oleh keluarganya. Orangtuanya khawatir dengan stigma industri ekstraktif sebagai “pekerjaan lelaki” dan tantangan bekerja jauh dari keluarga. Namun, dukungan sang ayah yang berkata, “Kalau kamu nyaman, silakan,” menjadi penyemangat Putu untuk merantau.
Setelah lolos rekrutmen, Putu memulai kariernya dari bawah, menyiapkan perlengkapan laboratorium untuk menguji sampel. Dua tahun kemudian, ia diangkat sebagai Wakil Foreman. Kini, ia bertanggung jawab menguji sampel bahan mentah ore, memastikan kandungan logam seperti nikel dan kobalt sesuai standar.
Namun, tak mudah bagi seorang ibu bekerja seperti Putu yang harus membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan. “Saya diberi masukan untuk lebih membagi waktu dengan berimbang antara mengasuh anak dan bekerja. Saya sangat bersyukur punya atasan yang mendukung,” katanya.
Perjuangan di Tengah Kesibukan
Cerita serupa datang dari Agnes Priska Adelaide (32 tahun), operator hoist crane di PT Indonesia Ruipu Nickel and Chrome Alloy (IRNC). Selama tujuh tahun, ia bertugas mengangkut material olahan nikel seperti baja gulungan putih dan hitam. Jam kerja bergilir tiga shift, termasuk malam hari, menuntutnya menjaga konsentrasi tinggi karena pekerjaan dilakukan di ketinggian tertentu.
Agnes menyebut tantangan terbesarnya adalah mengatasi rasa kantuk dan menjaga keselamatan. “Jika mengantuk, risikonya besar, bisa terjadi kecelakaan atau kerusakan material,” ungkapnya. Perusahaan pun menerapkan aturan ketat, termasuk larangan menggunakan ponsel saat bekerja.
Perlindungan untuk Karyawati
Di sisi lain, tantangan berupa perlakuan kurang pantas dari rekan kerja lelaki juga menjadi cerita tersendiri bagi karyawati di kawasan industri. Riani Bubun (31 tahun), operator hoist crane di PT IRNC, mengungkapkan tekanan yang sering ia rasakan dari pengawas yang kurang memahami beban kerja operator. “Checker sering tidak paham kondisi kami yang bekerja hampir tanpa istirahat,” ujarnya.
Namun, beberapa perusahaan menunjukkan sikap tegas terhadap pelecehan atau perlakuan meremehkan terhadap karyawan perempuan. Indriani, karyawati Departemen Lingkungan PT QMB New Energy Materials, menyebut bahwa manajemen perusahaannya memberikan perlindungan maksimal bagi karyawan perempuan. “Manajemen QMB sangat melindungi kami, bahkan ada sanksi tegas bagi pelaku pelecehan, termasuk pemecatan,” kata Indri.
Peran Perempuan di Industri Ekstraktif
Seiring dengan pencanangan revolusi industri 4.0, peran perempuan di sektor industri semakin didorong. Kawasan Industri IMIP, sebagai salah satu pusat pengolahan nikel terbesar, mencatat peningkatan jumlah tenaga kerja perempuan setiap tahunnya. Hingga Juni 2024, dari total 82.264 karyawan, sebanyak 6.104 di antaranya adalah perempuan.
Di balik angka itu, kisah perjuangan para perempuan di IMIP menunjukkan keberanian dan ketangguhan. Mereka berkontribusi dengan ilmu, tenaga, dan keterampilan, menghadapi segala tantangan demi memberikan yang terbaik bagi keluarga dan perusahaan. ***