PALU, Kabar Selebes – Usai pembacaan Deklarasi Sulawesi Tengah Serambi Haramain dalam rangkaian peringatan Milad ke-4 Wanita Sholawat Indonesia (Washotia) dan Persaudaraan Indonesia Berdzikir ke-12 tahun, yang digelar di Area Event Pantai Indah Talise Palu, pada Minggu 4 Februari 2024 malam, keinginan itu pun segera ingin diwujudkan.
Ketua Umum Persaudaraan Indonesia Berdzikir (PB-PIB), Buya H Muhammad J Wartabone menyerahkan dokumen yang menjadi rujukan dalam mewujudkan Sulawesi Tengah Serambi Haramain, yaitu Serambi Mekah dan Madinah kepada Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Tengah, Senin (5/2/24).
“Alhamdulillah dokumen Sulawesi Tengah Serambi Haramain telah kami serahkan kepada Dinas Pendidikan. Semoga apa yang kami cita-citakan segera terwujud,” ujar Buya Muhammad J Wartabone, yang notabene merupakan anggota DPD RI.
Dalam penyerahan dokumen, ia diterima Kepala Bidang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PK-PLK) Nurseha, bersama tiga Kepala Bidang lainnya, yakni Zulfikar Is Paudi Kepala Bidang Pembinaan SMK, Hafsah Radjamuda Kepala Bidang PTK Disdik Sulteng, dan M Yunus Kepala Bidang PSMA, karena Kepala Dinas sedang berada di Jakarta.
Saat penyerahan dokumen tersebut, Disdik Sulteng memberi respon baik, sehingga Buya Muhammad Wartabone atas nama PIB dan Washotia sebagai organisasi yang mengantar Sulawesi Tengah menuju Serambi Haramain mengaku bersyukur.
“Apa dimaksud Serambi Haramain? Insya Allah anak-anak muslim yang lahir di negeri ini akan sekolah gratis di negara-negara Islam, dan kemudian anak agama-agama yang lain pun itu juga bisa sekolah di negara-negara mereka,” tuturnya.
Buya Muhammad J Wartabone memberikan gambaran keistimewaan yang dimiliki Sulawesi Tengah, salah satunya di tengah mayoritas umat muslim terdapat kota Injil yakni berada di Kabupaten Poso, dimana masyarakat Sulawesi Tengah bisa hidup berdampingan dan saling menghormati.
Sebelumnya, Dewan Pembina Persaudaraan Indonesia Berdzikir (PIB), Haliadi Sadi, yang merupakan dosen Sejarah dari Universitas Tadulako telah melakukan penelitian sejak tahun 2006 silam, yang hasilnya menjadi salah satu faktor penting tentang Provinsi Sulawesi Tengah.
Hasil penelitian itulah yang menjadi kajian Sulawesi Tengah sebagai Serambi Haramain, yaitu diutarakan berdasarkan lima sumber data pendukung. Pertama, ditemukannya peradaban tua megalitikum dan kebudayaan di empat lembah, yakni Lembah Bada, Behoa, Napu, dan Lembah Palu, serta satu wilayah lain yaitu Lindu, yang menunjukkan datingnya sejak abad kedua sebelum masehi, dan abad pertama hingga abad kelima.
Kedua, adanya peradaban Hand Stensil atau telapak tangan kuno pada dinding tebing dan gua di batu cadas yang berlokasi di Desa Ganda-Ganda, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara, yang menunjukkan angka di abad kelima hingga ketujuh.
Ketiga, adanya situs kuburan Imam Sya’ban yang bertuliskan angka tahun 128 Hijriah atau setara dengan 749 Masehi atau pun setara dengan abad ke-8 yang terdapat di Desa Lolantang, Kecamatan Bulagi Selatan, Kabupaten Banggai Kepulauan.
Keempat, terdapat kerajaan-kerajaan lokal Sulawesi Tengah, baik yang besar sebanyak 16 kerajaan, yaitu Kerajaan Buol, Banawa, Parigi,
Tavaeli, Banggai, Mori, Bungku, Tojo, Tatanga, Moutong, Palu, Toli-Toli, Sigi, Napu, Kulawi, dan Poso, maupun kerajaan kecil sebanyak 14 kerajaan, diantaranya Kerajaan Sausu, Kasimbar, dan Togean, yang menunjukkan keragaman peradaban sebagai masyarakat Madani di Sulawesi Tengah telah terbentuk sejak kerajaan berdiri, yakni sejak abad ke-12 hingga pertengahan abad ke-18.
Kelima, gambaran perjuangan dan pergerakan elit tradisional maupun elit modern di wilayah Sulawesi Tengah menunjukkan keragaman dan keunikan (partikularistik) tersendiri dalam gerakan perjuangan di awal abad kedua puluh hingga abad kontemporer di seluruh Wilayah Sulawesi Tengah dalam gerakan Merah Putih.
Haliadi Sadi juga menyebut kerajaan di Sulawesi Tengah menunjukkan adanya keragaman yang
tinggi sebagai manifestasi masyarakat madani, termasuk kerajaan yang mendapat sentuhan peradaban Kristen yang dibawa oleh Albert Cristian Kruyt pada tahun 1892 di Wilayah Kabupaten Poso hingga Morowali Utara.
Sementara Kerajaan Kulawi disentuh oleh Peradaban Kristen yang di bawa Salvation Army atau Balla Keselamatan oleh Leonard Hevegral Woodward, yang dirintis awal oleh Ensign Charles Jensen dan Hendrik Loois pada tanggal 15 September 1913.
“Selain kerajaan, para rajanya, tokoh ulama serta para pejuang Merah Putih adalah warisan sejarah yang tidak boleh dilupakan,” tandas Haliadi.
Menurutnya, cerminan masyarakat madani dari karakter masyarakat Madina menjadi ciri khas dan trend untuk menjadikan Sulawesi Tengah sebagai Serambi Haramain, ditambah lagi dengan Pulau Sulawesi sebagai garis Wallacea yang memiliki ciri flora dan fauna yang khas seperti hewan endemik Maleo, Anoa dan lain sebagainya.
Seluruh penyampaian Haliadi Sadi menjadi bahan yang dikemas dari hasil penelitian oleh Tim Peneliti untuk Washotia dan PIB, sehingga diktum tersebutlah yang menjadikan Sulawesi Tengah sebagai Serambi Haramain.