PALU, Kabar Selebes – Kekhawatiran merebaknya covid-19 atau virus Corona di Palu, Sulawesi Tengah ternyata membuat bisnis perhotelan di wilayah ini terjun bebas. Sejak munculnya virus corona di Sulawesi Tengah, tingkat hunian hotel-hotel itu hanya 10 persen saja.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulawesi Tengah yang juga Ketua DPD Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Sulteng, Fery Taula mengatakan, menurunnya pendapatan hotel-hotel di Sulawesi Tengah mengakibatkan dirumahkannya ratusan karyawan.
“Per hari ini perhotelan di Kota Palu telah merumahkan karyawannya sebanyak 324 orang. Selain dirumahkan, 220 tetap bekerja dengan gaji 50 persen,” kata Fery Taula Senin (6/4/2020).
Hotel-hotel itu mengambil tiga opsi untuk karyawannya agar bisa terus beroperasi. Opsi pertama adalah tidak bekerja dan tidak digaji, opsi kedua bekerja 10 hari dengan gaji 10 hari, serta opsi ketiga bekerja 15 hari dengan gaji 15 hari.
“Karyawan dirumahkan karena perusahaan tutup. Tutup karena tidak ada tamu dan tutup karena tingkat hunian yang sangat rendah, maks 10 persen. Jadi perusahaan tidak memiliki cash flow untuk membiayai operasional termasuk gaji,” kata Fery yang juga mengelola hotel dan restoran terkenal di Palu itu.
Meski ada hotel bintang yang buka dengan tingkat hunian 30 persen karena kontrak dengan airline kata Fery, tapi ini anomaly dan tidak bisa dirata-ratakan dengan industrinya.
“Karyawan yang dirumahkan yaitu daily worker (DW), kontrak bahkan karyawan tetap. Karyawan tetap merupakan alternatif terakhir untuk dirumahkan,” lanjutnya.
Meski dirumahkan, namun tidak ada karyawan yang di-PHK. Situasi ini akan kembali normal jika keadaan membaik. “Karyawan yang dirumahkan otomatis kembali bekerja,” jelas Fery.
Dia mengakui, pembatasan sosial yang diterapkan pemerintah hanya berpengaruh pada bisnis perhotelan. Namun tidak dengan restoran. Hingga kini restoran tidak ada yang tutup. Restoran-restoran itu hanya tampak sepi namun melayani delivery order atau take out saja.
“Yang di-sweeping kayaknya tempat-tempat nongkrong atau kafe atau warkop. Tapi tidak semua juga menurut pengamatanku. Restoran menjual makanan sebagai kebutuhan pokok. Kafe dan warkop lebih menekankan nongkrong atau santai atau kebutuhan tertier jadi kena sweeping,’’ tandasnya. (abd)
Laporan : Abdee Mari