PALU, Kabar Selebes – Pemerintah Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah ( Sulteng) menggandeng Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulteng Prof Dr KH Zainal Abidin MAg untuk memperkuat pembangunan dan peningkatan toleransi antarsesama manusia pascaramadhan dan di idul fitri 1440 Hijriah tahun 2019.
Pemkab Banggai lewat Bupati Herwin Yatim mengundang Prof Dr KH Zainal Abidin MAg untuk menyampaikan hikmah ramadhan serta idul fitri yang berkaitan dengan pembangunan toleransi untuk kerukunan antarsesama manusia di Banggai.
Pemkab Banggau menggelar shalat idul fitri 1440 Hijriah di Kota Luwuk, ibu kota kabupaten tersebut.
Zainal Abidin akan menyampaikan khutbah idul fitri dengan judul ‘menghormati perbedaan memantapkan persatuan dan toleransi dalam kebhinekaan’.
Ketua MUI Kota Palu itu mengatakan Islam sangat menganjurkan umatnya untuk membangun kehidupan yang harmoni melalui toleransi sosial dengan memperbaiki hubungan bertetangga.
Rektor Pertama IAIN Palu itu mengutip kisah Aisyah. suatu hari Istri Nabi Saw, ’Aisyah mengadakan tasyakkuran dengan menyembelih kambing yang dibuat gulai, sebagaimana selalu dianjurkan Nabi jika memasak hendaknya diperbanyak kuahnya agar para tetangga dapat juga merasakannya. Setelah masak Aisyah membagi-bagikan kepada para tetangga dekatnya setelah selesai Nabi bertanya kepada Aisyah, ”apakah sifulan sudah dikirimi makanan?” Belum! bukankah dia seorang Yahudi dan saya tidak akan memberinya masakan tegas ’Aisyah. Mendengar pernyataan itu dengan senyum Nabi mengatakan ”walaupun seorang Yahudi dia tetangga kita, maka kirimilah!”.
“Dari kisah ini kita dapat memetik pelajaran berharga bahwa dalam bertetangga Nabi tidak pernah memilah dan memilih berdasarkan suku, ras, agama golongan dan seterusnya,” ucap Zainal Abidin.
Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat itu menyebut tetangga adalah orang yang pertama kita tuju, tatkala kita membutuhkan bantuan. Bertetangga adalah menjalin hubungan sosial kemasyarakatan dan itu ada prinsip-prinsip universalnya yaitu tolong menolong tanpa pamrih dan tidak saling mengganggu, itu pulalah yang menyebabkan Islam bisa diterima dan tumbuh di tengah-tengah populasi mayoritas non muslim, mereka bisa hidup damai dan saling menolong antar-tetangga, antar suku serta antariman.
Harmoni ini tumbuh dengan semaian iman yang ikhlas dan dibingkai dengan kejujuran, retaknya hubungan bertetangga bisa berakibat fatal.
Harmoni kehidupan bertetangga adalah modal sosial yang perlu dipupuk dan ditumbuhkembangkan.
Kearifan universal bertemu dengan kearifan lokal. Tak ada keberhasilan pembangunan tanpa didukung oleh keharmonisan para pelakunya yang lintas etnis, ras, agama, profesi dan seterusnya.
“Karena itu langkah awal terciptanya toleransi sosial adalah dengan memperbaiki hubungan bertetangga, dari hal yang kecil, berbagi makanan dengan niat ikhlas dan kejujuran sikap. Dan itu secara universal dianjurkan oleh ajaran agama-agama dunia,” kata Rois Syuria NU Sulteng itu.
Nabi dan para sahabatnya memberi contoh yang begitu agung dan indah. Hubungan antar umat beragama berada pada tataran hubungan sosial kemasyarakatan tidak memasuki wilayah akidah karena tiap-tiap agama punya garis batas untuk wilayah akidah ini.
Begitu pula dalam Islam, urai dia, ada pembeda dan itu perlu dihormati dengan cara tidak dicampuradukkan yang mengakibatkan disharmaoni. Islam punya perinsip yang jelas, ”lakum dienukum waliyadiyn” bagimu agamamu dan bagiku agamaku.
“Soal kepercayaan adalah soal masing-masing dan itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan di akhirat kelak, tugas kita adalah berupaya agar harmoni tetap terjaga dan kerukunan dapat ditumbuh kembangkan,” katanya.
Salah satu sifat yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. sebagai pengejawantahan dari misi kerahmatan yang diemban oleh beliau adalah sikap toleransi, dan sebagai umat Muhammad, kita adalah penerus pengemban misi tersebut.
Sumber : FKUB Sulteng