MOROWALI, Kabar Selebes – Keberadaan Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, terbukti memberikan dampak ekonomi signifikan bagi wilayah sekitarnya. Sejak berdiri tahun 2013, IMIP tidak hanya terus berkembang pesat tetapi juga menjadi motor utama peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Morowali, yang pada 2024 mencapai Rp173,86 triliun.
Data terbaru Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulteng per April 2025 menunjukkan pertumbuhan PDRB Morowali dari 2022 ke 2023 sebesar 7,68%. Angka ini kembali melonjak 10% dari Rp158,04 triliun pada 2023 menjadi Rp173,86 triliun pada 2024. Pesatnya perkembangan sektor industri pengolahan di kawasan IMIP menjadi latar belakang utama kondisi positif ini.
Serapan Tenaga Kerja dan Ratusan Miliar Rupiah Berputar
Salah satu indikator vital dampak IMIP adalah serapan tenaga kerja. Data Departemen Human Resources PT IMIP per 3 Mei 2025 mencatat, jumlah tenaga kerja Indonesia di kawasan IMIP mencapai 85.423 orang, meningkat 2,3% dibandingkan tahun 2024 yang sebanyak 83.272 orang. Angka ini belum termasuk jumlah buruh alih daya dari perusahaan kontraktor.
Dengan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) Morowali tahun 2025 yang ditetapkan sebesar Rp3.957.673, diperkirakan sedikitnya Rp338 miliar per bulan uang beredar di Bahodopi hanya dari gaji karyawan Kawasan IMIP saja. Angka ini tentu terus meningkat seiring pertumbuhan jumlah pekerja di kawasan tersebut.
Tingginya perputaran uang ini juga tercermin dari data Kas Titipan Bank Indonesia di Bungku Tengah, ibu kota Kabupaten Morowali. BI Provinsi Sulteng mencatat, sepanjang tahun 2022 hingga 2024, nilai outflow (jumlah uang yang dibelanjakan) di Morowali jauh lebih besar dibandingkan inflow (jumlah uang yang disimpan). Adapun nilai net outflow (selisih antara uang masuk dan uang keluar untuk area Morowali) pada 2024 tercatat sebesar Rp2,31 triliun.
Ekonom Yunior Fungsi Perumusan Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah (KEKDA) BI Provinsi Sulteng, Pinehas Danu Arvito, menjelaskan bahwa tingginya nilai outflow menunjukkan tingkat konsumsi warga di Morowali yang kuat. “Kenyataan di Morowali nilai outflow besar, artinya orang Morowali itu (tingkat frekuensi) belanjanya kuat. Uang dipakai untuk aktivitas perekonomian, tidak mengendap di tabungan,” kata Arvito dalam wawancara pada Mei 2025 lalu, menandakan pertumbuhan ekonomi di area tersebut berlangsung cepat.
Transaksi Ekonomi Aktif dari Karyawan
Geliat ekonomi ini dirasakan langsung oleh para pekerja. Yusuf Mekuo (29 tahun), karyawan Departemen Coking PT Dexin Steel Indonesia (DSI) di kawasan IMIP, mengungkapkan bahwa dari gaji bulanan yang diterima, ia memprioritaskan sekitar 37,5% untuk kebutuhan konsumsi pribadi dan 25% untuk dikirim ke orang tua dan adiknya di kampung. Kebutuhan konsumsi pribadinya di Bahodopi mencapai rata-rata Rp4.500.000 setiap bulan, meliputi ongkos sewa kos, makan-minum, transportasi, dan belanja bulanan.
“Kalau sudah tidak ada lagi alokasi pengeluaran tambahan, di akhir bulan sisanya saya masukkan ke rekening tabungan,” kata Yusuf, karyawan asal Muna Barat, Sulawesi Tenggara, pada Mei 2025 lalu.
Efek Domino: UMKM Menggeliat, Serap Ribuan Tenaga Kerja
Kehadiran kawasan industri juga menciptakan efek domino positif bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Data Usaha Bahodopi yang diperoleh dari riset mandiri tim Research and Branding PT IMIP mencatat, per Maret 2025 terdapat 7.643 unit UMKM di Kecamatan Bahodopi, naik 4,1% dibandingkan setahun sebelumnya yang berjumlah 7.318 unit. Ribuan UMKM ini menyerap sebanyak 16.705 orang tenaga kerja.
Kualitas Hidup Warga Meningkat
Pertumbuhan ekonomi ini berbanding lurus dengan peningkatan kualitas hidup warga Morowali. Data BI Provinsi Sulteng juga menyatakan, skor Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara keseluruhan di Morowali meningkat dari 73,39 pada 2022 menjadi 74,36 pada 2024. Dengan poin ini, IPM Morowali menjadi yang tertinggi kedua di antara kabupaten dan kota lain di Sulteng.
Seiring itu, tingkat kemiskinan terus menurun dari 12,58% menjadi 11,55% pada periode yang sama, dan tingkat pengangguran terbuka cenderung menurun hingga menyentuh angka 2,84%. Kondisi ini diprediksi akan terus berlangsung positif dalam beberapa tahun ke depan, seiring laju bisnis yang ditopang oleh kawasan industri IMIP.(*)