Tutup
Pendidikan

Mahasiswa KKN UIN Datokarama Gelar Penyuluhan Hukum Bullying dan Kekerasan Anak di Sigi

12
×

Mahasiswa KKN UIN Datokarama Gelar Penyuluhan Hukum Bullying dan Kekerasan Anak di Sigi

Sebarkan artikel ini
Mahasiswa KKN UIN Datokarama gelar penyuluhan hukum di Desa Bora, Sigi.

PALU, Kabar Selebes – Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama menggelar penyuluhan hukum terkait bullying dan kekerasan terhadap anak di Desa Bora, Kecamatan Sigi Kota, Kabupaten Sigi.

Kegiatan ini menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara UIN Datokarama, Dr. Sahran Raden, sebagai narasumber utama. Acara diikuti oleh tokoh masyarakat, pemuda, pelajar, dan remaja setempat yang peduli terhadap isu kekerasan di lingkungan pendidikan dan sosial.

Dalam penyuluhannya, Dr. Sahran menjelaskan bahwa bullying atau perundungan merupakan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang umumnya terjadi di sekolah. Ia menyebutkan, perundungan dapat berbentuk kekerasan fisik, verbal, maupun sosial.

“Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti atau merendahkan korban,” jelasnya.

Sahran mengutip hasil penelitian tahun 2022 yang dilakukan pada 1.500 pelajar SMP dan SMA di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. Hasilnya, 67 persen responden menyatakan pernah menyaksikan atau mengalami bullying di sekolah, baik oleh teman sekelas, kakak kelas, guru, bahkan kepala sekolah.

Selain itu, data Komnas Perlindungan Anak tahun 2022 mencatat sebanyak 98 kasus kekerasan fisik, 108 kekerasan seksual, dan 176 kekerasan psikis terjadi di lingkungan pelajar.

Dr. Sahran menekankan bahwa bullying sangat erat kaitannya dengan kekerasan terhadap anak, yang bisa menimbulkan dampak fisik maupun psikologis jangka panjang. Kekerasan ini bisa terjadi di mana saja, baik di rumah, sekolah, hingga lingkungan sosial masyarakat.

Usulan Solusi: Satgas, Kurikulum Anti Kekerasan, dan Restorative Justice

Sebagai langkah preventif, Sahran mengusulkan pembentukan Satgas Anti Kekerasan Anak baik di lingkungan masyarakat maupun sekolah. Ia juga mendorong peningkatan sosialisasi dan literasi anti-bullying, serta menyarankan penggunaan pendekatan restorative justice dalam penyelesaian kasus di tingkat kepolisian.

“Kita juga perlu libatkan lembaga adat desa sebagai ruang penyelesaian konflik anak dan perundungan, serta integrasi kurikulum anti kekerasan di sekolah dengan metode pembelajaran yang menanamkan nilai perdamaian dan toleransi,” ungkapnya.

Ia menilai, solusi tersebut menjadi langkah konkret dalam menjawab tantangan meningkatnya kasus bullying dan kekerasan anak yang masih fluktuatif setiap tahun di Kabupaten Sigi.

Penyuluhan hukum ini diharapkan menjadi pemicu kesadaran hukum di kalangan generasi muda dan masyarakat luas, khususnya dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung tumbuh kembang anak secara optimal.**

Silakan komentar Anda Disini….