AMPANA, Kabar Selebes – Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Tojo Unauna kembali menjadi sorotan publik. Dengan jumlah pelanggan aktif mencapai 12.735 yang tersebar di 11 unit pelayanan, PDAM dinilai gagal memenuhi kewajiban utamanya: menyediakan akses air bersih bagi masyarakat.
Selama lebih dari satu dekade terakhir, PDAM Tojo Unauna tak kunjung mampu memperbaiki kualitas layanan. Bahkan, kontribusinya terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) ibarat jauh panggang dari api.
Dalam penelusuran media ini, ditemukan bahwa akar persoalan tidak hanya terletak pada manajemen internal, namun juga minimnya dukungan dari Pemerintah Daerah. Tiap tahunnya, PDAM hanya menerima alokasi dana pernyataan modal sekitar Rp600 juta—angka yang dinilai tidak sebanding dengan beban operasional dan kebutuhan perbaikan infrastruktur.
“Kami akui belum maksimal. Tapi bagaimana bisa optimal kalau dana hanya Rp600 juta? Sementara pendapatan ideal seharusnya bisa mencapai Rp400 juta per bulan dari seluruh pelanggan, namun realisasinya hanya sekitar Rp300 juta karena masih banyak pelanggan menunggak,” ungkap sumber internal PDAM yang enggan disebut namanya.
Lebih ironis, gaji para pegawai PDAM Tojo Unauna hingga kini masih berada di bawah upah minimum regional. Biaya operasional yang tinggi semakin memperburuk kondisi keuangan perusahaan pelat merah ini.
Pergantian Direktur, Solusi atau Kambing Hitam?
Kondisi ini semakin memanas setelah Bupati Tojo Unauna menerbitkan Surat Keputusan Pemberhentian terhadap Direktur PDAM, Bakri S.Sos, yang telah menjabat sejak Februari 2023. SK pemberhentian tersebut diterima Bakri pada 8 Mei 2025.
Ditemui di Kantor PDAM pada Kamis (15/5/2025), Bakri mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan itu. Menurutnya, pemberhentian tersebut dipicu karena dirinya dianggap gagal meningkatkan pendapatan perusahaan.
“Saya diangkat sejak periode kedua Pak Mohammad Lahay sebagai Bupati. Kalau saya dituntut untuk menaikkan pendapatan, ya harusnya tarif dinaikkan. Tapi bagaimana mau naikkan tarif kalau pelayanan saja belum bisa maksimal?” kata Bakri.
Ia menyebut, solusi peningkatan pendapatan seharusnya dimulai dari perbaikan sarana dan prasarana. “Perda tentang penyertaan modal mencantumkan nilai Rp9,3 miliar untuk PDAM dari tahun 2022 hingga 2025. Tapi yang terealisasi hanya Rp600 juta. Bagaimana mau bekerja maksimal?” ujarnya.
Investigasi ini mengungkap bahwa PDAM Tojo Unauna bukan hanya menghadapi tantangan manajerial, tetapi juga persoalan struktural yang berkelindan dengan kurangnya komitmen pemangku kebijakan dalam mendukung pelayanan publik yang layak. Tanpa solusi menyeluruh, krisis air bersih di Tojo Unauna akan terus menjadi beban masyarakat—dan nama baik pemerintah daerah pun dipertaruhkan.(shl)