JAKARTA, Kabar Selebes – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa pencalonan Amrullah S. Kasim Almahdaly dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Parigi Moutong Tahun 2024 tidak memenuhi syarat hukum. Putusan ini dikeluarkan setelah MK mengabulkan sebagian permohonan perselisihan hasil pemilihan yang diajukan oleh pasangan calon (paslon) nomor urut 3, M. Nizar Rahmatu – Ardi, dalam Putusan Nomor 75/PHPU.BUP-XXIII/2025.
Dalam putusan yang dibacakan pada Sidang Pengucapan Putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Senin (24/2/2025), Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa Amrullah S. Kasim Almahdaly berstatus sebagai mantan terpidana yang belum memenuhi masa jeda lima tahun setelah adanya Putusan Kasasi Mahkamah Agung tanggal 30 Januari 2020. Masa jeda tersebut baru akan terpenuhi pada 30 Januari 2025, sehingga pencalonannya dalam Pilkada 2024 tidak sah.
Ketidaksesuaian dengan Syarat Pencalonan
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa berdasarkan verifikasi dokumen oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Parigi Moutong, Amrullah belum memenuhi syarat (TMS) sebagai calon bupati. Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 mengharuskan mantan terpidana menunggu lima tahun setelah bebas sebelum mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Selain itu, seorang mantan terpidana juga wajib mengumumkan status pidananya secara terbuka kepada masyarakat.
Meskipun pasangan Amrullah – Ibrahim A. Hafid sempat mengajukan sengketa pemilihan ke Bawaslu dan melanjutkan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar, yang kemudian memerintahkan KPU untuk memasukkan kembali pasangan tersebut sebagai calon, MK menegaskan bahwa pencalonan Amrullah tetap tidak memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Pembatalan Suara Paslon Nomor Urut 5
Dengan ketidakabsahan pencalonan Amrullah, MK memutuskan bahwa seluruh perolehan suara paslon nomor urut 5 dalam Pilkada Parigi Moutong 2024 dinyatakan batal demi hukum. Akibatnya, Keputusan KPU Kabupaten Parigi Moutong Nomor 1850/2024 tentang hasil pemilihan juga dinyatakan tidak sah.
Pemungutan Suara Ulang dalam 60 Hari
Sebagai tindak lanjut, MK memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) tanpa mengikutsertakan Amrullah S. Kasim Almahdaly. Namun, Ibrahim A. Hafid masih dapat mengikuti PSU dengan menggandeng calon bupati baru yang diusulkan oleh partai pengusung. Jika dalam batas waktu yang ditentukan tidak ada calon pengganti, PSU tetap akan dilaksanakan dengan hanya menyertakan empat pasangan calon lainnya.
PSU harus dilakukan dengan menggunakan daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih pindahan, dan daftar pemilih tambahan yang sama seperti pada pemungutan suara sebelumnya yang berlangsung pada 27 November 2024. PSU wajib dilaksanakan dalam waktu paling lama 60 hari sejak putusan MK diucapkan.
Mahkamah juga menegaskan agar KPU Kabupaten Parigi Moutong berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan ketersediaan anggaran guna mendukung pelaksanaan PSU. Selain itu, pengamanan PSU akan menjadi tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya Polda Sulawesi Tengah dan Polres Parigi Moutong.
Perselisihan mengenai pencalonan Amrullah bermula dari gugatan yang diajukan paslon nomor urut 3, M. Nizar Rahmatu – Ardi, yang menilai bahwa Amrullah tidak memenuhi syarat pencalonan. Mereka mendalilkan bahwa berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung, Amrullah menjalani proses pidana dan masa jeda lima tahun baru dimulai setelah putusan tersebut dikeluarkan pada 30 Januari 2020. Artinya, masa jeda tersebut belum terpenuhi saat pendaftaran calon yang berlangsung pada 27 – 29 Agustus 2024.
Ketentuan mengenai masa jeda bagi mantan terpidana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 serta diperjelas dalam Pasal 14 ayat (2) huruf f dan Pasal 17 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2024. Berdasarkan regulasi tersebut, seseorang yang pernah menjadi terpidana harus menunggu lima tahun setelah bebas sebelum dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Meskipun KPU Parigi Moutong sempat menetapkan pasangan Amrullah sebagai peserta Pilkada berdasarkan putusan PT TUN Makassar, MK akhirnya membatalkan pencalonan tersebut karena tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dengan putusan ini, PSU dalam Pilkada Parigi Moutong harus segera dilaksanakan guna menjamin kepastian hukum dan keabsahan pemilihan kepala daerah di wilayah tersebut.(abd/mk)