PALU, Kabar Selebes – Di tengah hutan Desa Ululere, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, komunitas Toraja dari rumpun Pong Salamba menghadapi ancaman terhadap tanah leluhur mereka akibat ekspansi tambang nikel. Mereka mendirikan pos penjagaan sederhana tanpa listrik dan sinyal, bertekad mempertahankan warisan nenek moyang mereka.
Harniati Irwan, salah satu anggota komunitas, menegaskan bahwa lahan tersebut telah dimiliki keluarganya sejak tahun 1900 dan dikenal sebagai Langtua. “Lahan ini milik nenek moyang kami, Pong Salamba, sejak 1900. Dulu, tempat ini dikenal sebagai Langtua,” ujarnya. Kawasan ini dulunya menjadi sumber kehidupan melalui perkebunan damar yang tumbuh subur, menjadi tumpuan ekonomi sebelum Indonesia merdeka.
Namun, sekitar 8.636 hektare lahan yang mereka klaim sebagai tanah ulayat, termasuk 4.000 hektare di Sulawesi Tengah, kini masuk dalam area konsesi tambang nikel PT Vale Indonesia Tbk. Harniati dan warga lainnya baru menyadari hal ini ketika mereka mulai dilarang membuka lahan dan bercocok tanam tanpa adanya sosialisasi atau perundingan. “Kami tidak pernah diberi tahu bagaimana izin tambang ini bisa keluar, apalagi diajak bicara,” kata Harniati. “Tiba-tiba, tanah kami diserobot tanpa sepengetahuan ahli waris,” tambahnya.
PT Vale Indonesia memiliki konsesi tambang nikel seluas 22.699 hektare di Sulawesi Tengah dan 70.566 hektare di Sulawesi Selatan di bawah Kontrak Karya. Namun, bagi warga Pong Salamba, tanah ini adalah rumah, sejarah, dan warisan yang tak ternilai.
Di tengah ketidakpastian, warga Pong Salamba tetap bertahan. Pondok kecil di dalam hutan menjadi simbol perlawanan mereka. Setiap malam, mereka tidur dalam ketakutan akan kehilangan tanah leluhur, namun mereka tak berniat menyerah. “Kami akan tetap menjaga tanah ini, apa pun yang terjadi!” tegas Harniati.
Bagi mereka, Langtua bukan hanya warisan leluhur, tetapi juga identitas, rumah, dan kehormatan yang harus dijaga, sekalipun harus berhadapan dengan kekuatan besar.
Saat beberapa jurnalis mencoba mengonfirmasi, kontak handphone Manager External Relations for Project Vale, Jemmy Sidjaya, tidak bisa dihubungi. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari perusahaan terkait sengketa ini.**