MOROWALI, Kabar Selebes – Minggu Pertama Juni 2019, Banjir bandang melanda Kecamatan Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah, menghancurkan ratusan rumah dan fasilitas publik. Infrastruktur utama seperti Jembatan Dampala hancur tersapu arus deras, memutus jalur darat yang menghubungkan Desa Dampala dan Desa Bahodopi.
Bencana ini menimbulkan kesulitan distribusi kebutuhan pokok, termasuk bahan pangan yang selama ini bergantung pada wilayah luar seperti Kendari dan Sulawesi Selatan.
Namun, di tengah situasi darurat tersebut, muncul inisiatif dari PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) untuk mendorong kemandirian pangan di Bahodopi. Pada 2021, program ini dimulai dengan tujuan membangun ketahanan pangan lokal sekaligus menghidupkan kembali minat warga terhadap sektor pertanian yang kian tergerus oleh perkembangan industri.
Menghidupkan Kembali Pertanian di Desa Le-Le
Desa Le-Le menjadi prioritas awal program kemandirian pangan PT IMIP karena potensi lahan pertaniannya yang cukup baik. Dengan menggandeng pemerintah desa, PT IMIP membentuk kelompok tani “Berkah Mombula” pada Maret 2022. Melalui kelompok ini, dilakukan pemetaan lahan potensial dan budidaya tanaman hortikultura seperti sawi hijau, kangkung, cabai, bawang merah, dan kol.
Sukarno, salah satu penggerak kelompok tani, berbagi pengalaman menerapkan pertanian presisi. Dengan teknik ini, pengolahan tanah, pengaturan suhu, dan pemilihan benih dilakukan secara cermat. Misalnya, dengan menyesuaikan pola tanam terhadap suhu tinggi di Morowali yang mencapai 37 derajat Celsius, hasil panen tomat meningkat signifikan dari 2,5–3 kg menjadi 15 kg per tanaman.
Fasilitas Pendukung dan Penyebaran Inovasi
Untuk mendukung kegiatan pertanian, PT IMIP membangun balai pertanian di Desa Le-Le pada September 2022. Balai ini menjadi pusat pelatihan dan diskusi bagi para petani. Berkat inisiatif ini, kelompok tani baru bernama “Suka Maju” terbentuk, dengan anggota 23 petani yang mengelola lahan seluas 12,5 hektare.
Di Desa Dampala, program serupa menghasilkan kelompok tani “Bumibantasi” yang mengelola 9 hektare lahan hortikultura. Komoditas utama seperti kol menghasilkan bobot 1,8 hingga 2,2 kg per panen, menunjukkan keberhasilan penerapan pertanian presisi.
Menantang Alih Fungsi Lahan
Meski program ini menunjukkan hasil positif, tantangan besar tetap ada. Seiring meningkatnya kebutuhan lahan industri, petani dihadapkan pada tawaran alih fungsi lahan dengan kompensasi yang menggiurkan. Sukarno dan anggota kelompok tani lainnya menyadari pentingnya mempertahankan lahan pertanian untuk keberlanjutan ekonomi lokal.
Raden Tommy Adi Prayogo, Head of CSR Department PT IMIP, menegaskan perlunya edukasi berkelanjutan agar kesadaran bertani tetap terjaga. PT IMIP juga sedang mempersiapkan mekanisme pemasaran hasil tani ke pasar umum dan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Optimisme Masa Depan Pertanian Bahodopi
Hasil panen kelompok tani Berkah Mombula dan kelompok lainnya kini mulai dipasarkan untuk konsumsi karyawan PT IMIP dan tenant industri di kawasan tersebut. Sukarno optimis, dengan pola pengelolaan yang baik, usaha pertanian di Desa Le-Le dapat tumbuh menjadi sektor agribisnis yang kuat.
Dengan dukungan PT IMIP, para petani di Bahodopi memiliki peluang besar untuk mewujudkan kemandirian pangan dan menjadi contoh sukses pembangunan ekonomi berbasis komunitas. Edukasi, inovasi, dan komitmen bersama menjadi kunci utama untuk menghadapi tantangan dan memastikan keberlanjutan program ini.***