Satu-satunya adik saya, laki-laki. Adik saya tinggal di Sebatik, Kalimantan Utara. Adik saya itu menikah dengan orang setempat. Ingin sih untuk berjumpa, tapi kami sendiri bukan orang yang berkelebihan uang, maka untuk ke Sebatik harus berhemat sampai punya dana yang cukup baru bisa ke sana. Maka, bagaimana kalau kita ke sana tidak cuma silaturahim, harus ada hal produktif yang bisa dilakukan.
“Banyak lho di sekitar kita, daerah yang terkebelakang,” kata adik saya. Lalu saya browsing dan menemukan temukan ada sekolah di Sebatik. Saya pun lakukan survey ke sana. Walaupun Sebatik agak jauh dari Tarakan, untuk ke sana masih harus memakai speedboat untuktiba di sekolah itu. Dan ternyata sekolah itu tidak mempunyai guru! Kami carikan dua orang guru. Karena ketiadaan SDM yang siap menjadi guru di Sebatik, kami carikan gurunya, dapatlah dua orang yang bersedia menjadi guru. Mereka dari Karawang, Jawa Barat.
Alhamdulillah, mereka hijrah ke Sebatik menjadi guru sejak 2015, sampai hari ini. Mereka masih bertahan sampai menikah dengan orang sana juga. Untuk dua orang guru itu kami menggaji mereka. Waktu itu kami gaji masing-masing Rp3 juta perbulan. Tiga tahun kemudian (2018) mereka dapat jodoh di sana. Makanya, kalau ada yang ingin menyalurkan bantuan sosial, saya dahulukan sekolah Sebatik ini. Karena sudah ada relawan yang standby di sana.
Karja Awal, Tanpa Gaji
Momentum jumpa Mbak Arlina (Direktur IFI pertama), ya di Dompet Dhuafa. Beliau jauh di atas saya. Saat itu saya staf biasa, hanya staf divisi fundraising. Mengeja namanya juga hal yang tak mudah saya ingat, Arlina Fauziah Saliman, dan beliau tidak pakai Fauziah dan cukup F. saja ditambah Saliman. Kata-kata itu tak mudah diingat.
Memang, ada teman-teman MT (Management Trainee) yang biasa dekat dengan Mbak Arlina. Beda dengan saya, hanya staf reguler biasa. Ada yang di-coaching langsung oleh Mbak Arlina. Dulu atasan saya Mas Urip Budiarto (kini bekerja di Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah/KNEKS, Lembaga non struktural yang dibentuk pemerintah), jadi saya di coaching langsung oleh Mas Urip, tapi teman-teman di coaching langsung oleh Mbak Arlina. Kata teman-teman MT, Mbak Arlina suka memberi banyak tugas, istilahnya,”3 SKS,”. Sampai segitunya! Saya pun penasaran, seperti apa sih Mbak Arlina itu.
Suatu ketika, Mbak Arlina menghubungi saya.
“Saya Arlina, mau nggak membantu saya. Saya sedang mengurusi IFI, mbak Yanti bisa membantu?”
Karena bagi saya, Mbak Arlina sosok yang amat saya hormati. Di Dompet Dhuafa, fundraiser perempuan, salah satu tokohnya Mbak Arlina, diantara sedikit tokoh fundraiser. Beliau jago banget fundraising. Mendapat tawaran begitu, buat saya ini kesempatan baik.
”Tapi di IFI nggak ada gajinya,” kata Mbak Arlina.
“Nggak papa. Saya bersedia!”
Alhamdulillah setelah saya keluar dari DD, saya sendiri punya beberapa usaha. Jadi saya tidak keberatan atas ajakan Mbak Arlina itu. Setelah saya mengiyakan, saya mikir. Kalau disuruh fundraising saya sih bisa, tetapi kalau mengajari fundraising, bagaimana caranya? Apa sih yang diajarin di IFI? Mbak Arlina lalu memberi penjelasan secara singkat. Beliau menjelaskan beberapa hal yang simple…waktu itu. Seperti bagaimana fundraising di masjid, fundraising di sekolah, cara-cara meng-closing, dan sebagainya. Yang mengajar Mbak Arlina dan Pak Arifin Purwakananta.
Tentang Pak Arifin Purwakananta, sosok banget di dunia fundraising, menurut saya beberapa hal bagus untuk menaikkan nama IFI. Tetapi menurut Pak Arifin, IFI tidak boleh dilakukan hal itu. Dua tahun kemudian saya baru mengetahui kenapa begitu. Menurut saya, apa yang disampaikan Pak Arifin itu visioner.
(Arlina F. Salman, adalah Direktur IFI sebelumnya, yang berpulang 3 Oktober 2023, setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta).
Diajar “Meriset Orang Baik”
Fundraising zaman dulu, bisa dikatakan, relatif mudah tetapi menantang. Misalnya saya mau memprospek di suatu perusahaan–katakanlah mau memprospek Unilever, minimal saya harus tiga hari shalat di Masjid Unilever. Saya harus meriset dan mencari ‘orang baiknya’. Saya ajak ‘orang baik’ ini sebagai perpanjangan tangan saya untuk memperkenalkan Dompet Dhuafa di perusahaannya.
Ini karena saya mengawali di DD dari kemitraan. Untuk berkurban di DD, menemukan ‘orang baik’ menantang sekali. Tugas awal saya di DD, justru menjadikan Pak Juli Pujihardi mentor langsung saya, karena beliau adalah Direktur Tebar Hewan Kurban (THK). Pak Juli sih tidak mengajarkan teknisnya, tetapi mengeksplor tim yang di-coaching-nya.
”Kamu sudah bertemu siapa saja?” tanya Pak Juli kepada saya pada suatu kesempatan.
“Sudah ketemu Pak A, Pak B….? Menurut Yanti, bisa masuk lewat mana?” lanjut Pak Juli.
“Lewat Pak A, Pak.”
“Ya udah, lakukan. Bagaimana hasilnya, minggu depan ketemu saya lagi…”
Jadi, begitu metode pembelajaran dari Pak Juli kepada tim THK asuhannya. Cara Pak Juli, tidak menjelaskan verbal, tapi saya diarahkan. Pak Juli cenderung mengarahkan, tidak tegas seperti Pak Arifin. Malah menurut saya, Pak Juli terlalu baik.
(beberapa saat Yanti seperti berdoa dalam hati, mendoakan almarhum Juli Pujihardi yang telah berpulang mendahului kit. Juli Pujihardi, adalah Direktur Mobilisasi ZIS, salah seorang yang dipandang “bertangan dingin” dalam membentuk kader-kader fundraiser di Dompet Dhuafa)
Selama interaksi saya dengan beliau di DD, Pak Juli Pujihardi guru fundraising pertama saya, sebelum saya kenal Pak Arifin dan Mbak Arlina. Aktivitas saya di IFI.
Saya bersyukur pernah berinteraksi dengan sejumlah tokoh terbaik di circle saya selama di Dompet Dhuafa, baik yang telah berpulang seperti almarhum Pak Juli Pujihardi dan almarhumah Mbak Arlina F. Saliman, maupun yang masih berkarya seperti Pak M. Arifin Purwakananta.
Aktivitas saya di IFI, selama ini melaksanakan sejumlah training. Mentraining beberapa lembaga zakat dan NGO. Kini NGO ada yang mulai meminta training ke IFI. Tahun kemarin (2023), IFI kesannya LAZ banget, jadi teman-teman NGO bertanya, “Bisa nggak IFI mendampingi NGO?”
Nah tahun ini, IFI sungguh-sungguh membersamai NGO, tak hanya Lembaga zakat. Belum lama ini, IFI mendamping Yayasan Hati Suci, pendirinya Nasrani tapi karyawannya banyak maupun beneficiariesnya banyak muslim. NGO lainnya, Nusantara Palestina Care (didirikan Bang Onim), dan beberapa LAZ. IFI juga mendampingi Kalam TV di Bogor. Perlahan-lahan IFI menggeser konsentrasinya ke NGO.
Baca Selanjutnya >>>> Aktivitas Penuh Restriksi