MOROWALI, Kabar Selebes – Kepala Desa Laroue, Kecamatan Bungku Timur, Samirudin, mempertanyakan tiga kali surat peringatan (SP) yang diterimanya dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Morowali, Sulawesi Tengah, tanpa adanya proses klarifikasi.
“Saya sudah mendapat tiga kali SP, tapi tidak pernah dipanggil untuk dimintai klarifikasi,” ungkap Samirudin saat dihubungi dari Palu pada Selasa (24/9).
Menurut Samirudin, SP pertama dikeluarkan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 26 Maret 2024. Surat kedua menyusul pada 27 Mei 2024 dari dinas yang sama, sementara SP ketiga diterbitkan langsung oleh Bupati Morowali pada 26 Agustus 2024.
Samirudin menjelaskan bahwa poin utama dari setiap SP yang diterimanya menyebutkan dirinya dianggap meresahkan masyarakat dan merugikan kepentingan umum. Namun, ia menegaskan bahwa masalah yang dituduhkan sebenarnya berasal dari konflik yang melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
“Alasannya, saya tidak mampu mengamankan desa, padahal yang buat ribut adalah pemerintah desa lain, yakni BPD,” tegasnya.
Samirudin juga menyinggung bahwa SP tersebut muncul akibat desakan sekitar 40 warga yang menolak rencana penambangan batu gamping di Desa Laroue. Sementara itu, menurutnya, lebih dari 100 warga telah memberikan dukungan penuh terhadap pembukaan akses pertambangan di desa tersebut.
Aksi Aliansi Masyarakat Laroue Pro Keadilan
Sebagai bentuk dukungan, sekitar 300 warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Laroue Pro Keadilan menggelar aksi di rumah jabatan penjabat Bupati Morowali pada Selasa (24/9).
Koordinator aksi, Rasimin, menyebutkan bahwa Kepala Desa Laroue didukung ratusan masyarakat yang mendukung adanya tambang batu gamping di desa mereka. Namun, Pemkab Morowali justru memberikan tiga kali SP kepada kepala desa terkait dengan penolakan tambang oleh sebagian warga.
“Pemkab memberikan SP sampai tiga kali kepada kepala desa, padahal ia mendukung masyarakat yang pro penambangan. Sementara penolakan datang dari BPD dan sekelompok kecil masyarakat yang tidak setuju dengan kehadiran PT. DJM,” ujar Rasimin.
Rasimin menambahkan bahwa surat peringatan itu dikeluarkan sebagai reaksi atas aksi demonstrasi yang dilakukan BPD dan warga yang menolak investasi PT. DJM serta menuntut diberhentikannya Samirudin dari jabatannya sebagai kepala desa.
“Seharusnya, Pemerintah Daerah bijak dalam mendengarkan aspirasi seluruh masyarakat sebelum mengambil tindakan administratif terhadap Kepala Desa Laroue,” tegas Rasimin.
Ia juga menilai bahwa surat peringatan tersebut telah memicu keresahan di kalangan masyarakat desa dan berpotensi menimbulkan perpecahan di antara warga.***