Beras salah satu komoditas pangan strategis di Indonesia, ketidak berimbangnya permintaan dan penawaran pangan dapat menimbulkan gejolak ekonomi dan sosial. Kenaikan harga beras hingga Rp18.000 per kg yang terjadi akhir Februari 2024 merupakan rekor tertinggi dalam sejarah perberasan di Indonesia. Kenaikan harga beras ini jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah (beras premium dari Rp13.900 per kilogram dan beras medium dari Rp 10.900 per kilogram). Menurut hasil penelitian Jojo et al., (2023) menunjukkan faktor-faktor yang memengaruhi volatilitas harga beras Indonesia yaitu harga minyak dunia, produksi beras, harga beras dunia dan nilai tukar rupiah (yang saat ini telah mencapai USD 16.250. Disisi lain, Adiyatma & Dariatno (2017) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kerentanan perubahan iklim dan harga komoditas beras.
Statistik melaporkan bahwa pada bulan Maret 2024, Beras menjadi komoditas penyumbang utama inflasi, dengan andil sebesar 0,67%. Cabai merah berada di urutan kedua dengan 0,17%, disusul daging ayam ras dengan 0,14%, sigaret kretek mesin dengan 0,13%, dan tomat dengan 0,11%. Yang dimaksud dengan inflasi adalah suatu kondisi di mana harga barang dan jasa meningkat seiring berjalannya waktu, sehingga daya beli uang menurun. Dalam konteks ekonomi, inflasi diukur sebagai persentase kenaikan indeks harga konsumen (Consumer Price Index) atau indeks harga produsen (Producer Price Index) dari satu periode ke periode berikutnya. Salah satu faktor harga beras meningkat adalah jumlah produksi beras.
Lebih lanjut, jumlah produksi beras menurut Laporan BPS (2024) Sulteng mencapai 479.866,30 ton dan produksi beras Kabupaten Tojo Una-Una sebesar 4.342,53 ton atau berkontribusi terhadap produksi beras Sulteng hanya 0,9 %. Kebutuhan Beras Kabupaten Tojo Una-Una, khusunya masyarakat yang masuk kategori miskin ekstrem. Menurut data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE,2024), jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Tojo Una-Una sebanyak 28.490 (KK) atau individu sebanyak 104.868 jiwa. Sebagai gambaran kebutuhan pangan beras untuk masyarakat kategori P3KE sebanyak 104,868 jiwa x 10 kg = 1.048.680 kg/bln dikalikan dengan Rp.15 ribu per kg, maka dibutuhkan dana sebesar Rp. 15,7 M/bulan.
Melihat fenomena kerawanan pangan dengan berbagai faktor penyebab, maka dapat dipastikan Kabupaten Tojo Una-Una sangat rawan terhadap ketahanan pangan beras. Pertanyaan yang mendasar apakah Kabupaten Tojo Una-Una tidak memiliki potensi menghasilkan pangan beras?, jika melihat potensi lahan yang telah terolah dan belum termanfaatkan dengan optimal, maka pemerintah ke depan menjadi issu yang strategis bagaimana menjamin pangan dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat.
Salah satu strategi yang dapat direncanakan adalah Program Food Estate yang merupakan upaya mengantisipasi kelangkaan pangan dan menjaga pasokan pangan dalam negeri, khususnya kebutuhan beras. Program ini melibatkan dua pendekatan utama yakni intensifikasi dan ekstensifikasi. Menurut hasil penelitian Hartono et al., (2024) menjelaskan bahwa strategi penguatan swasembada beras dapat diterapkan adalah strategi progresif, dengan berfokus pada kekuatan pertanian, seperti intensifikasi lahan, eksensifikasi lahan dan rehabilitasi lahan, serta diversifikasi pangan masyarakat.
Oleh: Dr. Sovianur Kure,SE.,MSi
Penulis adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Tojo Unauna dan Bakal Calon Bupati
————————————————————–
Disclaimer : Seluruh isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi dan sepenuhnya tanggung jawab penulis