PALU, Kabar Selebes – Ketua Koperasi Plasma Bunga Sawit Desa Bunta, Arman P. Marunduh, mengaku kesal terhadap kelakuan klaimer yang makin tak terbendung.
Sudah hampir setahun terakhir aksi klaim bahkan penjarahan buah sawit di lahan plasma Desa Bunta, Petasia Timur, Morowali Utara terus saja bergulir.
“Sudah lebih dari 60% dari total 270-an hektar lahan plasma Desa Bunta yang dijarah. Tersisa tinggal 2 blok saja yang saat ini masih bisa kami panen,” ungkapnya.
Klaimer adalah istilah untuk orang-orang yang mengaku sebagai pemilik lahan. Tindakan klaimer yang meresahkan itu sudah ia laporkan. Arman menceritakan bahwa ia sudah membuat laporan hingga berita acara pemeriksaan (BAP) di Polres Morowali Utara. Namun karena kurangnya bukti-bukti pendukung, ditambah isu kriminalisasi yang terus dihembuskan, maka belum ada penindakan yang tegas sampai saat ini.
Arman juga menyayangkan sikap perusahaan yang, menurutnya, tidak melakukan tindakan apa-apa.
“Yang kami selalu laporkan di BAP itu persoalan mereka mengambil buah. Kalau soal klaim lahan sih ya nanti desa yang akan membuktikan,” ungkapnya geram.
Menurutnya kalau memang para klaimer itu mau meng-klaim lahan, lahannya saja yang dijadikan sasaran. Bukan buahnya. Karena buahnya bukan milik klaimer.
Menurutnya, koperasi pun pada akhirnya hanya jadi penonton. Yang menuai hasilnya adalah para klaimer.
“Padahal yang menanggung beban itu kami,” katanya. Yang ia maksud dengan beban adalah uang yang harus dikembalikan pada pihak perusahaan. Utang itu berasal sejumlah dana yang telah dikeluarkan PT ANA untuk membangun kebun kelapa sawit untuk masyarakat. Perusahaan memang membangun kemitraan dengan masyarakat desa melalui wadah koperasi-koperasi.
Menurut Arman, sejauh ini sudah banyak rapat dan kesepakatan yang dilakukan. Mereka sudah sering berkoordinasi langsung dengan kepala desa, sekretaris desa, aparat desa, BPD lengkap, anggota koperasi hingga tokoh masyarakat dan tokoh adat. Namun eksekusi penindakan di lapangan yang belum berjalan.
Arman mengatakan tidak mau proses ini semakin berlarut-larut. Makanya ia dan anggota koperasi selalu berinisiatif mendesak agar proses penyelesaian bisa segera terealisasi.
Tindakan para klaimer sebelumnya banyak mengarah ke lahan-lahan yang dikelola perusahaan. Sama seperti yang dialami koperasi, karyawan perusahaan dilarang panen. Buah-buah sawit yang ditanam perusahaan itu mereka panen sesuka hati, lalu menjualnya kepada para penadah.
Situasi ini juga diakui pihak perusahaan. “Dari total luas kebun yang sedang dalam proses pengurusan HGU, yang di-klaim masyarakat sudah mencapai 90% lebih,” kata Robby S. Ugi, Community Development Officer PT ANA. Karyawan tidak berani memanen, karena para klaimer sering mengancam.(*)