Tutup
Sulawesi Tengah

Rugikan Negara Rp1,6 Miliar, Kejati Sulteng naikkan status dugaan korupsi di BPJN XIV Sulteng

×

Rugikan Negara Rp1,6 Miliar, Kejati Sulteng naikkan status dugaan korupsi di BPJN XIV Sulteng

Sebarkan artikel ini
Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah(Foto: Media Alkhairaat)

PALU, Kabar Selebes – Penyidik kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng resmi menaikkan status dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Peralatan Bahan Jalan / Jembatan pada BPJN XIV Sulteng tahun 2018.

Penyelidikan yang telah berlangsung cukup lama ini kini telah mencapai tahap penyidikan.

Advertising

Dalam penyelidikan ini, ditemukan indikasi bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp1,6 miliar.

Hal ini berdasarkan Surat Print-05/P.2/Fd.1/10/2023 yang diterbitkan pada tanggal 10 Oktober 2023 oleh Kejati Sulteng.

Pemeriksaan yang dilakukan oleh tim penyidik melibatkan beberapa pihak, termasuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Kepala Seksi, Kepala BPJN XIV tahun 2018, serta beberapa staf di BPJN XIV Sulteng yang dianggap mengetahui duduk permasalahan.

Selain itu, tim penyidik juga telah mempelajari beberapa dokumen terkait, seperti kontrak dan surat pencairan dana.

Kasipenkum Kejati Sulteng yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt), Abdul Haris Kiay, menjelaskan bahwa ditemukan adanya pengadaan Bronjong pada tahun 2018 dengan nilai sebesar Rp1,6 miliar yang hingga saat ini barang tersebut tidak ada.

Pengadaan ini terkait dengan seksi Preservasi BPJN Sulteng.

Namun, kontrak pengadaan tersebut putus, dan yang menjadi sorotan adalah uang muka sebesar Rp1,6 miliar yang tidak dikembalikan kepada pihak yang berwenang.

“Paket proyek pengadaan beronjong di BPJN Sulteng ini dikerjakan oleh PT Srikandi yang beralamat di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pekerjaan ini dilaksanakan pada tahun 2018 dengan nomor SPM No 00143/185169/BPJNXIV/LS/2018 tanggal 06 April 2018 dan SP2D No. 180511302004023 tanggal 05 April 2018. Meskipun demikian, ternyata pekerjaan tersebut tidak dilaksanakan secara profesional sehingga berakibat putus kontrak,” ujar Abdul Haris Kiay, Selasa (10/10/2023).

Yang menjadi tanda tanya adalah mengapa uang muka sebesar Rp1,6 miliar yang diterima oleh kontraktor pelaksana tidak kunjung dikembalikan dalam waktu enam tahun, mulai dari tahun 2018 hingga tahun 2023.

Hal ini menjadi fokus dalam penyidikan lebih lanjut yang akan dilakukan oleh Kejati Sulteng.

Pihak berwenang berharap agar kasus ini dapat diungkap dengan baik demi keadilan dan integritas dalam pengelolaan keuangan negara.

Kasus ini menjadi salah satu contoh pentingnya pengawasan ketat terhadap penggunaan dana publik dan menegaskan komitmen untuk memberantas korupsi dalam segala bentuknya. ***

Silakan komentar Anda Disini….