Pada tahun 1917-1921, penelitian di situs megalitik ini dilanjutkan oleh Walter Kaudern, seorang peneliti Swedia, yang kemudian menerbitkan tulisan berjudul “Ethnographical Studies in Celebes” pada tahun 1938.
Pada tahun 1976, penelitian arkeologi pertama kali dilakukan oleh peneliti Indonesia. Tim ini dipimpin oleh Haris Sukendar dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Arkenas). Mereka melakukan ekskavasi awal di situs Suso di Padang Tumpuara Lembah Bada Kabupaten Poso. Dalam ekskavasi ini, mereka menemukan sisa-sisa bekas tulang dan bukti adanya penguburan sekunder, menunjukkan praktik penguburan komunal.
Sebuah cerita misterius melingkupi patung-patung megalitik ini. Tujuan pembuatan mereka masih menjadi misteri besar. Beberapa penduduk setempat percaya bahwa patung-patung ini digunakan sebagai objek pemujaan terhadap arwah leluhur mereka. Selain itu, ada cerita unik tentang asal mula beberapa patung megalitik ini. Salah satunya adalah cerita tentang Tokala’ea, yang konon dulunya merupakan seorang pemerkosa yang dikutuk menjadi batu. Ada juga yang meyakini bahwa situs megalitik ini mungkin digunakan untuk pengorbanan manusia atau untuk mengusir roh jahat. Beberapa bahkan percaya bahwa batu-batu ini memiliki kekuatan supranatural.
Namun, yang pasti adalah bahwa situs ini merupakan simbol masuknya manusia pertama ke Sulawesi Tengah dan awal peradaban di wilayah ini. Menurut arkeolog Sulawesi Tengah, Tanwir La Maming, setiap situs ini memiliki keunikan sendiri dan mencerminkan kepercayaan dan gaya hidup masyarakat pada masa itu. Arca-arca, tempat-tempat pemujaan, tempat mandi, dan alat-alat lainnya dalam setiap situs mencerminkan keanekaragaman kehidupan dan kepercayaan masyarakat masa lalu.
Selanjutnya >>> kawasan Megalitik Lore Lindu diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO