Dari dua kota IHK di Provinsi Sulawesi Tengah, Kota Palu tercatat mengalami deflasi sebesar -0,17 persen dengan inflasi tahunkalender sebesar 0,35 persen dan inflasi tahunke tahun sebesar 5,57persen.
Sementara Kota Luwuk pada bulan ini mengalami deflasi sebesar -0,05 persen, denganinflasi tahun kalender sebesar 0,69 persen daninflasi tahun ke tahun sebesar 6,73 persen.
Deflasi pada bulan Februari 2023 dipengaruhi oleh turunnya indeks harga pada kelompok transportasi sebesar 0,85 persen, diikuti oleh kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnyasebesar 0,49 persen, kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,30persen, dan kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,16persen.
Sementara kenaikan indeks harga terjadi pada kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,13 persen, diikuti oleh kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,04persen, dan kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,03 persen.
Sedangkan kelompok kesehatan, kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan, kelompok pendidikan dan kelompokpenyediaan makanan dan minuman/restoranrelatif tidak mengalami perubahan harga.
Dari 90 kota pantauan IHK nasional, tercatat 27 kota mengalami deflasi dan 63 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Kota Gunung Sitoli sebesar 0,98 persen dan terendah di Kota Sumenep sebesar 0,02 persen. Sementara Kota Ternate mengalami inflasi tertinggi sebesar 1,85 persen. Sebaliknya,Lubuk Linggau, Bengkulu, Madiun, danDenpasar mengalami inflasi terendah sebesar0,04 persen.
Kota Palu menempati urutan ke-19 deflasi di tingkat nasional dan urutan ke-11 di kawasanSulampua. Sementara KotaLuwuk menempati urutan ke-22 deflasi di tingkat nasional danurutan ke-12 di kawasan Sulampua.
Upaya mendorong pangan lokal sebagaikonsumsi masyarakat, sampai saat ini belumjuga berhasil dilakukan. Regulasi yangditerbitkan pemerintah Kabupaten Banggai bertolak belakang dengan implementasinya di lapangan.
Hal paling bertolak belakang dengan upaya menjaga ketahanan pangan dengan pangan lokal adalah cetak sawah baru yang menggusur sagu yang sehari-hari jadi konsumsi pengganti karbohidrat warga.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Banggai Alfian Djibran mengatakan, pemerintah daerah telah menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 45 Tahun 2022 tentang Satu Hari tanpa Nasi.Pasal 4 dalam aturan ini menyebutkan setiap perorangan, perusahaan daerah, lembaga/instansi vertikal, swasta, BUMN, BUMD, serta pemangku kepentingan terkait harus mengimplementasikan gerakanpenganekaragaman konsumsi pangan lokalmelalui Satu Hari Tanpa Nasi.
Kemudian, setiap kegiatan pertemuan atau pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh perorangan, perusahaan daerah, lembaga/instansi vertikal, swasta, BUMN, BUMD, organisasi, universitas,sekolah, hotel, restoran, hingga kafe harusmenyajikan pangan lokal.
Namun, kenyataan di lapangan saat pertemuan di hotel yang digelar oleh Pemda Banggai, tak terlihat olahan pangan lokal yang disajikan, sebagaimana perintah Perbup itu.
Alfian Djibra mengakui, tak mudah mendorong masyarakat secara keseluruan untuk mengonsumsi pangan lokal.
“Ini menyangkut selera. Kalau disajikan nasi dan makanan lokal seperti umbi umbian belum tentu orang akan konsumsi umbi-umbian,”ujar dia.
Tingkat konsumsi yang jauh berbeda antarapadi dan umbi-umbian, setali tiga uang dengan luas tanam berikut hasil produksi.
Data Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Banggai menunjukan, pada tahun 2022 luas tanam padi sawah mencapai 48.411 hektare dan padi ladang 1.496 hektare.
Sementara umbi-umbian singkong hanya 160,5 hektare, ubi jalar 175,8 hektare dan talas hanya 35,5 hektare.
Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas (TPHP) Hendra Saajad mengungkapkan, petani umbi-umbian sulit bertambah. Berbeda dengan petani padi yang terus bertambah, karena permintaan beras terus bertambah.
“Tanaman pangan untuk umbi-umbian agak berkurang memang. Petaninya hanya itu terus, bersifat statis,”jelas Hendra pada Jumat, 23 Desember2022.
Selain itu Hendra mengatakan, bantuan untuk sektor tanaman pangan umbi-umbian dari APBN maupun APBD Provinsi Sulteng sangat minim.
“Bantuan yang masuk dari pusat, provinsi agak kurang. Biasanya kalau bantuan dari pusat satu paket, kalau APBD paling hanya bibit saja,”jelas Hendra.
Luas tanam yang jomplang antara padi danumbi-umbian tergambar pada produksi yangdicatat BPS Sulteng.
Produksi beras Kabupaten Banggai tahun2020 mencapai 88.605,55 ton.
Kemudian pada tahun 2021 naik menjadi 96.087,81 ton.
Memang di Kabupaten Banggai sejak lama masyarakat secara penuh beralih secara konsisten dari umbian-umbian, jagung, dansagu olahan ke beras yang lebih mudah diolah dan didapatkan.
Dari kesaksian mereka yang tumbuh remaja pada tahun 1960-an, menyebutkan, beras bukanmakanan utama karena masih sulit didapatkan, lebih banyak umbi-umbian dan jagung.
Selain itu, terdapat sumber karbohidrat lainyang diolah dari sagu, seperti sinole dan onyop. Kesaksian itu juga menyebutkan, beras kian mudah didapat sejak pemerintah pusat melaksanakan program transmigrasi ke daerah-daerah, termasuk Kabupaten Banggai.