MOUTONG, Kabar Seleas – Kepala Desa Aedan Raya Ridwan Yusuf naik pitam, setelah membaca berita harian Radar Sulteng terbitan Minggu, 28 Agustus 2022 lalu dengan judul “Pemerintah Desa Aedan Raya Parigi Moutong Disoroti, Diduga Terjadi Pungli dan Proyek Tidak Selesai”.
Ridwan menilai, apa yang disampaikan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Aedan Raya Agris Raintama di media harian terbesar di Sulawesi Tengah itu, asal bicara.
“Apa yang disampaikan oleh Agris itu, informasi asal bicara saja tanpa melihat apa yang tampak hasil nyatanya di desa pak,” geramnya ketika di temui KabarSelebes.id di kediamannya, Kamis (1/8/2022) pukul 00:30 Wita.
Kades yang baru genap sebulan kali kedua menjadi orang nomor satu di Desa Aedan Raya itu mencontohkan soal Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD). Kata dia, laporan ini wajib disampaikan Kepala Desa kepada Bupati, bukan saja sebagai bentuk implementasi prinsip akuntabilitas pengelolaan keuangan di desa.
“Namun juga melalui dokumen LPPD disertai lampirannya adalah refleksi dari bobot pencapaian kegiatan pemerintahan desa selama satu tahun anggaran. Dan itu diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomorn46 Tahun 2016,” jelasnya.
“Agris ini ngawur. Coba bapak di media itu (Radar Sulteng, red) LPPD dia bilang laporan pertanggungjawaban pemerintah desa. Dari segi singkatan saja so salah,” lanjutnya.
Menjawab statmen Agris soal BPD berhak keterangan LPPD. Lagi-lagi lelaki kelahiran Limboto 17 November 1972 ‘mengkuliahkan’ Agris. “Dalam Permendagri tadi juga, kepala desa harus menyampaikan ke BPD itu adalah Laporan Keterangan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa alias LKPPD. Dari sini saja dia so tidak tau membedakan apa itu LPPD, apa itu LKPPD,” terangnya panjang lebar.
Sebelumnya, media ini juga menemui Agris menanyakan isi pemberitaan tersebut, Rabu (31/08) usai shalat magrib di kediamannya. Agris membenarkan keterangan, bahkan ia mengurai jika LPPD akhir tahun anggaran 2021 yang dibuat Ridwan merupakan pembohongan publik. “Buktinya, coba bapak buka. Itu contohnya Warga Negara Indonesia atau penduduk Aedan Raya 0 (nol). Berarti tidak diakui sebagai penduduk Aedan,” tanya Agris.
Agris juga kembali menegaskan soal jamban keluarga berjumlah 10 unit yang persoalkan di media. “Coba bapak jalan-jalan ke rumah warga yang menerima program jamban keluarga. Adakah terpasang papan nama proyek? Itu tidak ada,” katanya menyuruh.
Pertanyaan itu pun kembali di bantah oleh Ridwan. Dirinya balik mempertanyakan dokumen mana yang di gunakan Agris. “Wajarlah penduduk WNI nol, karena yang dia buka itu kan acuan dalam penyusunan LPPD desa. Kenapa dia tidak buka di dokumen satunya yang sama dia itu di tahun yang sama. Kan di situ tertera total penduduk Aedan berjumlah 325 kepala keluarga atau 1.115 jiwa. Jadi jelaskan siapa yang berbohong,” ucap Ridwan balik bertanya.
Mengenai papan nama proyek, Ridwan malah tertawa lepas. Lelaki bertubuh jangkung ini menilai wajar Agris tak menjumpai papan nama proyek di rumah penduduk penerima jamban keluarga.
“Hahaha, wajarlah dia tidak ketemu papan nama proyek. Mungkin dia cuma telusuri rumah warga penerima jamban yang ada di dusun satu, dua dan dusun tiga. Kan papan nama proyek ada di dusun empat di Bimoli sana,” tawanya lepas.
Ridwan beralasan papan proyek di pasang di dusun 4 dikarenakan di dusun tersebut paling banyak menerima bantuan jamban. “Di Dusun 4 ada empat kepala keluarga yang menerimanya. Terbanyaklah. Dan bukan hanya papan nama proyek yang di pasang, tapi juga ada kita pasang prasasti. Atau jangan-jangan dia maunya tiap rumah ada papan nama proyek,” kelakarnya.
Mengenai pemberitaan tentang “proyek tak selesai” pun media ini menanyakan kepada Ketua BPD yang harus kehilangan dua anggotanya akibat berhenti. Agris memaparkan dan memberikan contoh jika salah satunya adalah bak air yang menelan biaya ratusan juta tapi urus selesai, dijawab eh Ridwan dengan gamblang.
” Kalo bak air itu kan proyek Penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (pamsimas), yang mengerjakan itu Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) bukan kades. Kenapa tanya sama saya, aneh,” tukasnya.
Ridwan menyayangkan sikap Agris yang terbilang “ceroboh” menyampaikan informasi ke media tanpa mendasar. Akibatnya sambung Ridwan, dirinya dicemarkan akibat pemberitaan tersebut.
“Ini berita hoax, saya akan melaporkan ke polisi mengenai hal ini. Ini pencemaran nama baik saya,” terangnya dengan nada tinggi.
Bukan itu saja, para penggiat sosial media facebook yang menyebarkan berita tersebut, juga akan di laporkan. “Saya juga akan melaporkan orang-orang yang membagikan berita ini di facebook. Meski orang tersebut telah menghapusnya, tapi tim saya sudah mengscrenshootnya, jadi buktinya telah ada. Saya tidak pikir itu keluarga atau tidak, tetap akan saya laporkan ke Polsek Moutong,” jelas serius dengan nada tinggi.
Khusus untuk wartawan Radar Sulteng berinisial ‘mch’, pun tak luput dari tuntutannya. Hanya saja Ridwan masih memberikan kepada juru berita tersebut untuk mengklarifikasinya.
“Saya berikan waktu 3×24 jam untuk mengklarifikasi berita itu. Kalo tidak ada, saya juga akan mempolisikan,” tegasnya.
Di akhir wawancara, Ridwan menyayangkan wartawan Radar Sulteng yang tak konfirmasi kepadanya sebelum di beritakan. “Kalo sudah terbit tanpa keterangan saya, sama saja saya salah dalam kasus ini,” tukasnya.
Mantan guru itu juga menyayangkan sikap media Radar Sulteng yang mengaku telah menghubungi Sekretaris Desa (Sekdes) Aedan Raya, Ariyani.
“Itu wartawan bilang telah menghubungi Ariyani tapi tidak ada respon, itu bohong. Saat itu, sekdes saya duduk bersama beberapa aparat desa lainnya, tapi semua mengetahui, jika tidak ada deringan telepon yang masuk. Mereka semua siap jadi saksi,” bebernya.
“Sekali lagi, dalam jangka tiga hari saya tunggu itikad baik wartawan Radar Sulteng untuk mengklarifikasi pemberitaannya,” tutup Ridwan. (hcb)
Laporan: Hasan Cl. Bunyu