Kearifan lokal
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Probolinggo Bambang Suprapto mengatakan keberadaan kaum Marit memang sangat lekat dengan Yadnya Kasada masyarakat Tengger di Gunung Bromo.
“Marit sudah ada seiring dengan adanya ritual Yadnya Kasada karena masyarakat Tengger secara turun temurun juga meyakini setiap sesaji yang sudah dilabuh itu juga memiliki berkah tersendiri, terlebih lagi yang berupa hasil bumi,” katanya.
Banyak yang percaya jika hasil dari Marit itu ditanam kembali di ladang bersama dengan tanaman lainnya, maka hasil panennya akan lebih baik dari tahun sebelumnya.
Hal tersebut diyakini warga Tengger karena keberkahan dari japa mantra yang sebelumnya dibacakan oleh para Rama dukun sebelum sesaji di labuh di kawah Gunung Bromo, dimana salah satu pengharapannya adalah kesuburan bumi.
Merujuk kepada hal tersebut Bambang menjelaskan bahwa Marit sejatinya bukan untuk mencari keuntungan dengan cara mengumpulkan labuh saji sebanyak-banyaknya, jadi sebenarnya itu bukan untuk dimakan atau dijual, tetapi lebih untuk dikembangkan lagi.
Ia mengimbau kepada para Marit agar senantiasa menjaga etika sebagai Marit karena seharusnya labuh sesaji itu baru boleh diambil ketika sudah menyentuh tanah, tidak direbut dan dipaksanakan, apalagi sampai harus membuat alat berupa jaring tangkap dan sebagainya.
Bambang mengatakan sebenarnya hal itu sudah sering disampaikan dan informasikan, namun namanya manusia, ada saja yang kurang menghiraukan imbauan itu dan pihaknya berharap semoga keberadaan Marit ini menjadi penanda berkahnya perayaan Yadnya Kasada.
Sementara Pelaksana Tugas Bupati Probolinggo Timbul Prihanjoko mengapresiasi kearifan lokal Suku Tengger yang selalu menjadi daya tarik wisatawan, sehingga dapat menjadi penunjang utama wisata di Gunung Bromo.
Beragam ritual dan adat saat Yadnya Kasada seperti Mendak Tirta atau ritual mengambil air suci di air terjun Madakaripura yang berada di Desa Negororejo, Kecamatan Lumbang selalu dilakukan yang menjadi tanda awal prosesi peringatan Yadnya Kasada.
Menurutnya wisata Gunung Bromo boleh saja semakin maju dengan berbagai inovasinya, akan tetapi budaya warga Suku Tengger tidak boleh berubah karena kearifan lokal masyarakat Tengger adalah penunjang utama wisata Gunung Bromo.
Adat dan budaya Tengger di wilayah Gunung Bromo tidak hanya berpusat di Kecamatan Sukapura saja, tetapi juga berada di kecamatan sekitarnya, sehingga hal itu merupakan kekayaan yang harus dirawat dan dijaga agar destinasi wisata Gunung Bromo tetap diminati wisatawan khususnya mancanegara.
Perjuangan Marit yang mempertaruhkan nyawanya demi mendapatkan sesajen yang sudah diberi mantra merupakan salah satu keunikan dan kearifan lokal yang terus dilestarikan oleh warga Tengger hingga kini.
Editor: Andi Jauhary