POSO, Kabar Selebes – Mantan narapidana tindak pidana terorisme (napiter) asal Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah Imran Labuan alias Abu Zahro mengingatkan masyarakat khususnya generasi muda agar tidak terjebak dalam paham dan gerakan radikal.
Menurut Imran kepada media ini Selasa (7/6/2022), Poso saat ini harus berusaha bangkit, bangkit membangun nama baik yang selama ini di sebut Poso ladang teroris.Tidak akan berubah Poso tercinta kalau tidak bangkit dan membangun bersama.
Hal ini tentunya menyikapi masih adanya keterlibatan puluhan warga atas dugaaan terorisme serta penangkapan beberapa orang di Sulawesi Tengah yakni Kabupaten Poso dan Ampana belum lama ini.
“Saya berharap para remaja di Sulawesi Tengah dan pada umumnya di Poso agar bisa lebih kritis dan berfikir positif supaya tidak terjerumus ke faham radikalisme, “ujarnya.
Dahulu Imran pernah ditangkap Detasemen Khusus (Densus 88) anti teror Mabes Polri sebanyak tiga kali. Yang pertama, pada Januari 2007 dirinya ditangkap atas kepemilikan bahan peledak, magazen dan amunisi, dan divonis selama 3 tahun dan mendapat remisi 1 tahun sehingga menjalani hukuman hingga Desember 2008.
Kemudian, pada Oktober 2012 Imran kembali diciduk Densus 88 karena diketahui terlibat pendanaan, penghubung dan menyediakan logistik kepada kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT ) yang bergerilya di kabupaten Poso. Saat itu Imran dijatuhi vonis 4 tahun 10 bulan dan mendapat potongan remisi Dasawarsa 3 bulan sehingga tinggal menjalani 4 tahun 7 bulan dan bebas pada Mei 2017.
Dan terakhir, lagi – lagi tim tindak Densus 88 meringkus Imran pada Mei 2017 karena diketahui mengkoordinir pendanaan dan logistik dari dalam Lapas Cipinang. Kali ini dirinya divonis 5 tahun dapat remisi 1 tahun setengah sehingga menjalani sisa hukuman 3 tahun setengah.
Dari rentetan kisah kelam masuk dalam lingkaran terorisme itulah, sehingga Imran Labuan menyatakan, saat menjalani hukuman, dia tersadar jalan kekerasan yang sempat dia tempuh tersebut tidak benar.
“Saya teringat kepada keluarga dan ingin segera pulang menghirup udara segar dan kembali hidup normal,” ungkapnya.
Menurutnya,setelah dibebaskan dan kembali ke masyarakat, dia tidak mengalami penolakan. Bahkan, masyarakat di lingkungannya mendukungnya sehingga dia bisa menjalankan kehidupan normal dan kembali ke pangkuan NKRI.
Dia berharap, Insya Allah situasi Poso dipastikan kedepan akan lebih baik dan maju, pastinya perlu adanya kerja sama yang baik semua pihak baik dari Pemda, masyarakat dan ormas-ormas yang ada.
“Rangkul bukan Memukul,” kata mantan Napiter Nusa Kambangan yang telah mengambil keputusan kembali ke NKRI sejak 2020 ini.
Dia menuturkan, sangat penting dilakukannya pendekatan pihak kepolisian dan pemerintah kepada masyarakat terlebih pada titik-titik wilayah yang rawan akan terpaparnya paham-paham ekstrimis teroris maupun radikal.
Dibutuhkan langkah berani untuk hal ini,tdk bisa di biarkan.Kata dia,karena kapan dibiarkan artinya pemerintah dan pihak Kepolisian telah menanam bom waktu yang sewaktu-waktu akan meledak.
Pemerintah juga diharapkan untuk ,menjadi Payung masyarakat dimana Pemerintah harus siap melayani sepenuh hati tanpa membeda- bedakan status sosial, agama, organisasi dan lainnya.
“Kapan dibedakan muncul lah rasa iri dan inilah awal pemantik kebencian yang lambat laun bisa menjadi modal masuknya paham-paham radikal pada diri seseorang, ” imbuhnya.
Lebih jauh, untuk menangkal radikalisme dan terorisme. Salah satunya melalui program deradikalisasi yang menyasar kalangan napiter maupun eks napiter dan harus dilakukan pihak Pemerintah yang berwenang.Proses deradikalisasi bertujuan untuk merehabilitasi eks napiter kembali ke masyarakat.
“Poso torang punya, Poso torang jaga, Poso itu amanah yang wajib kita bangun untuk kebaikan generasi kita di belakang nanti.Poso aman, Poso damai jangan ada benci di antara kita. Bangun cinta , bangun sayang karena torang semua basudara, saudara sebangsa dan setanah air, ” pungkas Eks Napiter Poso yang telah menjalani hukuman sembilan tahun di Nusa Kambangan.(arf)
Laporan : Mohammad Arief