MOUTONG, Kabar Selebes – Keriangan tergambar dari wajah Annisa saat dirinya terpilih memperoleh kesempatan belajar dan memperdalam ilmu bahasa Inggrisnya.
Tempatnya pun tak tanggung-tanggung, di Pare English Village alias Kampung Inggris Pare yang merupakan julukan bagi sebuah perkampungan yang terletak dua desa yang bersebelahan, Desa Tulungrejo dan Desa Pelem Kecamatan Pare Kabupaten Kediri Provinsi Jawa Timur.
Annisa tak sendirian. Santri kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Khodimul Qur’an itu terpilih bersama tujuh santri berprestasi 1 sampai 5 lainnya. “Selain itu, syarat lainnya itu jika kami memenuhi hapalan minimal 5 juz,” bangga putri Jufrin Muslin, Kepala Desa Lobu Kecamatan Moutong itu
Pengasuh sekaligus Pimpinan Pondok Tahfidz Khodimul Qur’an KH. M Humaidy Hamid, SQ.,MSi yang ditemui KabarSelebes.id usai shalat magrib Jumat 03 Juni 2022 mengatakan, selain mendapat bekal kemampuan bahasa Inggris, para santri juga mendapat materi character building (upaya untuk membangun dan membentuk akhlak dan budi pekerti seseorang menjadi baik, red) dan juga pembiasaan ibadah seperti mengaji dan salat berjamaah.
“Ini sebagai bentuk metode pendidikan di pondok Khodinul Qur’an ini, selain hapalan, juga pengasahan anak didik kami dalam penguasaan bahasa asing, terutama bahasa Arab dan Inggris. Dan sebenarnya ini sudah dua tahun lalu direncanakan, hanya saja terkendala pandemi Covid-19 sehingga tertunda”. Kata Humaidy
Kiyai asal Kabupaten Lombok Utara Provinsi Nusa Tenggara Barat itu menjelaskan, pengiriman santri ke Kampung Inggris tersebut terbagi dua, awalnya baru empat orang, mengingat 3 lainnya sedang mengikuti ujian semester kenaikan kelas. “Empat santri yang pertama berangkat nanti tanggal 8 Juni, sedangkan tiga lainnya tanggal 25 Juni setelah selesai ujian semester,” jelasnya.
Disana lanjut anggota bidang Fatwa Majelis Ulama Indoneia (MUI) Kabupaten Parigi Moutong itu, anak didiknya akan “magang” di lembaga English For Skill (EFS) selama dua bulan. “Nantinya setelah selesai belajar di Kampung Inggris, santri kami ini akan menebarkan virus skil Inggrisnya kepada santri-santri yang lain, yang mana diketahui bahasa Inggris di pondok ini merupakan salah satu program unggulan Khodimul Qur’an,” ucapnya.
Istimewanya lagi sambung Humaidy, meskipun pondok tahfidznya belum lama berdiri, tetapi pihak pondok telah mampu “mengsekolahkan” santri dengan biaya di tanggung oleh pondok. “Semuanya biayanya kami tanggung. Hanya biaya kebutuhan sehari-hari selama dua bulan disana yang ditanggung oleh orang tua santri,” laniutnya.
Ketika media ini menanyakan soal dipilihnya Kampung Inggris, kiyai yang bercita-cita akan mendirikan Institut Khodimul Qur’an itu mengemukakan, jika di Kampung Inggris merupakan kampung yang warganya juga menggunakan bahasa Inggris sebagai salah satu bahasa komunikasi sehari-sehari. Sehingga dengan gambaran itu, banyak orang yang menjadikan tujuan utama belajar di Pare.
” Di Pare orang berwisata sambil belajar bahasa Inggris. Karena bahasa sehari-harinya menggunakan bahasa Inggris. Bukan cuma pelajar dan mahasiswa serta masyarakat lokal saja yang ke Pare belajar. Dari mancanegara seperti Malaysia, Thailand, Filiphina, Timor Lester, Vietnam, India bahkan dari Jepang pun ada yang belajar kesana,” beber alumni Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an (PTIQ) Jakarta itu.
Adapun ke tujuh santri Khodimul Qur’an yang menjadi santri pertama belajar ke Pare adalah Annisa Desa Lobu, Moutong, Ahmad Erlangga (Desa Moutong Tengah, Moutong), Nazila F. Tjora (Mensung, Mepanga), Mohamad Fikri Aditya (Mepanga), Rasya Fatahilla Ramadhan (Mepanga), Moh. Yaris (Mepanga) dan Halmatullutfah Maara asal Desa Butungale Kecamatan Popayato Barat Provinsi Gorontalo. (hcb)
Laporan : Hasan Cl. Bunyu