Smart Syari’ah
Berangkat dari perspektif berpikir kekinian, memaham bisnis syari’ah tanpa memicu pandangan negatif, gagasan Smart Syari’ah sangat relevan. Alumni lainnya, Mukhsin yang juga beraktivitas di Indonesia Care mengatakan,” Pewujudan Smart Syari’ah ini, bisa dengan: 1. Menjadikan menjual produk UMKM yang dihasilkan jama’ah sekitar masjid ke DMIMart; 2. ipay HMI layaknya link saja yang bisa digunakan jama’ah untuk belanja di DMIMart; 3. Logistik menggunakan gudang produk UMKM milik DMIMart.” Mukhsin melanjutkan,”Dari ketiga point ini jika kita bisa sinergikan dengan DMI, inshaAllah luar biasa.
KeSyari’ahan bisnisnya, dikomentari Nurmarjani,”Jika programnya dilakukan oleh lembaga Islam apalagi masjid menjadi berdaya, tanpa embel-embel syari’ahpun mestinya dikelola secara syariah berdasarkan prinsip keislaman.” Tentang ini, Mukhsin setuju,”Bicara masjid sudah otomatis seperti itu. Syar’i dan halal prosesnya.” Untuk memastikan efek pemberdayaannya, Nani menegaskan,”Pihak DMIMart harus menampung atau menjadikan DMIMart gerai yang mengakomodir produk-produk masyarakat seputar masjid sebagai bentuk keberpihakannya peda pemberdayaan yang berbasis kearifan lokal.”
Sebagai “pembelajaran”, saya mengungkap pembelajaran yang pernah dilakukan sebuah organisasi kemanusiaan nasional yang memadukan mart/toko (murni profit) dengan sosial lewat pemberdayakan perempuan ibu tunggal yang punya anak yatim. Idealnya, mart/toko ini menampung produksi yang tidak hanya fabrikan (olahan pabrik) tapi juga mengakomodir usaha masyarakat – katakanlah jama’ah sekitar masjid. Secara gradual produk primer (yang tadinya ditampung mart/toko itu “hilang”, semua isi toko barang fabrikan. Maka dalam tempo singkat, mart/toko itu hanya menjadi marketer dari perusahaan pemasok (barang fabrikan). “Toko itu tidak bisa dinikmati langsung oleh masyarakat/jama’ah sekitar masjid. Supplier untung tanpa menggerakkan jama’ah. Adanya gudang cuma tempat menyimpan stok produksi yg dibuat pihak supplier,” jelas saya.
Maka, saya tambahkan,” Sharing keuntungan, dari marjin penjualan, itupun tidak pernah signifikan. Habis untuk menggaji petugas toko. Kecuali ada pembekalan teknis produksi (termasuk branding strategi), manajemen penataan toko, manajemen keuangan, strategi marketing dll). Ini tantangan pemberdayaan. Tanpa imbuhan kata “masjid” saja, usaha pemberdayaan UMKM sudah hal yg butuh effort.
Alumni asal Cabang Palu, Setia Budi, berpandangan,”Semangat DMI Mart atau Kios Kahmi, dimaksudkan berbasis pada produk UMKM, baik kuliner, fashion, kriya, merchandise, maupun produk kreatif lainnya.” Strategi’ bernuansa Smart diwakili penggunaan K-Payment danberbasis aplikasi jama’ah masjid yang bisa berbelanja di DMIMart.
Penulis : Iqbal Setyarso
Alumni HMI Cabang Palu, FISIP UNTAD, Pembina Indonesia Care