PALU, Kabar Selebes – Sepekan ini kondisi Kota Palu sedang tidak baik-baik saja. Informasi meningkatnya pasien terkonfirmasi covid-19 mulai dipublish pemerintah setempat. Penambahan warga terpapar covid-19 kian meningkat hingga menyentuh angka 100 orang dalam sehari.
Hal inilah yang membuat pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mengeluat surat edaran khusus untuk Kota Palu dan Kabupaten Morowali Utara untuk melakukan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4.
Surat yang ditandatangani Gubernur Sulteng Rusdi Mastura hari Senin (26/7/2021) itu menjadi acuan Pemerintah Kota Palu untuk segera melaksanakan PPKM Level 4. Semua kegiatan masyarakat baik itu perkantoran, usaha, hingga kegiatan kemasyarakatan dibatasi.
“Aturan itu antara lain, pelaksanaan kegiatan non esensial, yakni work from home (WFH) atau kerja dari rumah sebanyak 50 persen, termasuk proses belajar mengajar tetap dilaksanakan secara daring atau online,” kata Walikota Palu Hadyanto Rasyid Rabu (28/7/2021).
Langkah pemerintah untuk melakukan PPKM Level 4 sangat tepat. Pasalnya, sejak saat itu kasus covid-19 juga semakin meningkat.
Hal ini bahkan membuat rumah sakit yang ada di Palu nyaris lumpuh. Seluruh ruangan penuh diisi oleh pasien covid-19. Ditambah lagi para tenaga kesehatannya juga berkurang karena juga ikut terpapar. Kota Palu nyaris lumpuh!
Rumah Sakit Umum Anutapura Palu, milik pemerintah kota juga nyaris tak berdaya. Pasien covid-19 bahkan meluber hingga tak ada lagi tempat untuk perawatan. Akhirnya, pemerintah Kota Palu membuka kembali asrama haji transit Palu untuk dijadikan tepat isolasi. Sebanyak 50 kamar disediakan untuk para pasien.
Demikian halnya dengan rumah sakit Madani Palu. Untuk mengantisipasi melonjaknya pasien covid-19, rumah sakit ini membangun tenda darurat di halaman untuk menampung warga yang terpapar.
“Pasien yang dirawat di tenda sudah mulai dari satu minggu yang lalu,” kata Direktur Rumah Sakit Madani, dr Nirwansyah Parampasi kepada KabarSelebes.id, Selasa (27/07/2021).
Demikian pula dengan rumah sakit milik pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, RSU Undata Palu. Rumah sakit ini juga mendirikan tenda darurat untuk pasien covid-19.
Masalah baru muncul. Banyak warga yang terpapar namun tidak terdata oleh tim survailance. Warga-warga yang terpapar itu memilih untuk melakukan isolasi mandiri di rumah-rumah dengan kondisi yang memprihatinkan. Mereka mengisolasi diri bersama keluarga hanya dengan bermodalkan obat dari apotek.
Yang memprihatinkan, warga yang isolasi mandiri itu bertaruh nyawa karena harus mencari pertolongan sementara mereka dalam kondisi terpapar. Membahayakan mereka dan orang lain.
Kondisi ini lalu membuat sejumlah warga tergerak. Mereka khawatir di tengah sulitnya mendapat informasi pasien terpapar dari sumber informasi resmi, warga-warga yang terpapar akan semakin banyak namun juga tidak bisa tertolong.
Hari Sabtu 24 Juli 2021, sebuah ide muncul dari beberapa warga untuk membentuk citizen movement (gerakan warga) untuk membantu warga lain yang tak tercover.
Oleh pencetusnya, Noedin Lasahido gerakan warga ini diberi nama Roa Jaga Roa, yang dalam bahasa Kaili bermakna Kawan Menjaga Kawan. Berawal dari whatsapp grup dengan member hanya 20 orang. Roa Jaga Roa memulai aksinya dengan meminta advis dan dukungan dari parapihak. Mulai dari tim dokter, pejabat pemerintahan, jurnalis hingga para relawan.
“Sebisanya Roa jaga Roa nantinya menjadi “tangan lain” yang membantu para pasien covid-19 di Kota Palu agar bisa tertangani. Mulai dari mendata, membantu rapid test dan swab, mencarikan rumah sakit dan ambulance hingga obat-obatan dan makanan,” kata Noe, sapaan akrabnya.
Kasus pertama yang ditangani adalah pasien isolasi mandiri di jalan Elang Palu yang kritis karena membutuhkan oksigen. Pasien itu sekeluarga terpapar namun satu orang yang kondisinya parah sehingga harus dibantu oksigen.
Hingga dinihari, kondisinya makin kritis. Noedin dan kawan-kawannya berjibaku mencari bantuan medis serta mencari stok oksigen agar pasien itu bisa selamat. Beruntung, seorang fotografer lokal, Nanang dinihari itu masih terjaga. Beberapa jurnalis yang ikut dalam Roa Jaga Roa menghubunginya karena sebelumnya dia mempunyai satu tabung oksigen cadangan untuk orang tuanya.
Dinihari itu, Nanang meluncur dari rumahnya di Mamboro menuju Jalan Elang untuk membawakan oksigen itu untuk pasien.
“Puji Tuhan, Bapak-bapak menjadi malaikat kami subuh ini. Terima Kasih banyak,” kata pasien itu melalui voice note.
Kasus pertama ini menjadi cambuk Noedin dan kawan-kawan bergerak. Mereka sudah faham, dimana kekurangan yang harus diperbaiki berbekal dari kasus pertama.
Makin hari, komunitas ini makin bertambah jumlahnya. Satu-persatu pengambil kebijakan ikut bergabung, mulai dari para direktur rumah sakit, pejabat pemerintahan hingga pengusaha.
Roa Jaga Roa makin mulai dikenal karena kegigihannya membantu pasien secara mandiri. Maka, terbentuklah unit-unit kerja mulai dari Unit Fast Respons, Unit Makanan, Unit Obat-Obatan hingga unit lain.
Hingga hari ini, warga yang ditangani sudah lebih dari 25 orang bahkan diperkirakan akan lebih karena kondisi rumah sakit dan tenaga kesehatan di daerah ini semakin terbatas.
“Yang kita punya hanyalah ikhtiar, gerakan ini belum ada apa-apanya. Karena jika bukan kita yang bergerak, Kota ini akan kolaps. Kita semua akan terancam,” kata Mulhanan Tombolotutu, mantan wakil walikota Palu yang juga menjadi inisiator gerakan itu.
Kini, Roa Jaga Roa mendirikan posko di halaman Radio Nebula Jalan Rajawali No. 28 Palu. Disini semua kerja-kerja relawan dikelola. #RoajagaRoa #BakuTemanBakubantu. (abd)
Laporan : Abdee Mari