SIGI, Kabar Selebes – Gelar kesarjanaan anggota DPRD Kabupaten Sigi Imran Latjedi yang belakangan ini sering dia lekatkan di namanya, menuai tanda Tanya. Gelar strata satu (S1) hukum yang kerap dia gunakan diduga adalah abal-abal.
Dari ijazah sarjana hukum milik Imran Latjedi yang diperoleh KabarSelebes.ID, dikeluarkan oleh kampus Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Dan Politik (STIHP) Palu.
Dari penelusuran di mesin pencari Google, kampus itu beralamat di Jalan Sungai Sausu, Kelurahan Nunu Kecamatan Tatanga, Kota Palu. Namun setelah didatangi tim KabarSelebes.ID, kampus itu tak lagi berada di tempat itu.
“Sudah pindah Pak. Sudah lama sekitar dua tahun lalu,” kata warga sekitar, Rabu (20/5/2021).
Informasi yang diperoleh, kampus itu pindah di Jalan Towua Palu. Setelah didatangi, memang benar ada bekas kampus itu di salah satu ruko tak jauh dari gerbang perbatasan Kota Palu dan Kabupaten Sigi. Sayang, kampus itu sudah tak beroperasi lagi.
Menurut salah seorang mantan mahasiswa di kampus STIHP Palu, dia pernah kuliah enam semester di kampus itu. Namun dia dan beberapa kawannya memilih keluar setelah pihak kampus meminta uang Rp. 10 juta dengan iming-iming segera diwisuda di Jakarta.
“Kita akhirnya pilih keluar dan tidak lanjut kuliah. Mana ada untuk dapat ijazah kita harus bayar. Kan tidak benar itu,” kata mantan mahasiswa yang juga seorang jurnalis itu serta meminta namanya tidak dipublikasi.
Bahkan, seorang dosen perguruan tinggi negeri di Palu mengaku tidak pernah mendengar kampus itu. Sehingga dia meyakini bahwa kampus itu abal-abal.
“Kalau jurusan itu sudah paten, hukum atau politik, kalau mata kuliah di pasca sarjana (S2 Hukum). Dan ada juga mata kuliah Politik Hukum. Tapi tidak ada Ilmu Hukum digabung dengan Ilmu Politik,” kata dosen yang mengajar ilmu hukum di salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Palu pada media ini, Kamis sore.
Dia juga meyakini tidak ada satupun dosen fakultas hukum yang pernah bercerita pernah mengajar di sekolah tinggi itu.
“Sepertinya tidak ada dosen Fakultas Hukum yang pernah cerita-cerita mengajar di Sekolah Tinggi (STIHP) tersebut. Karena ada larangan dosen PNS, kemudian mengajar juga di perguruan tinggi swasta. Coba cek di Kopertis Wilayah Sulawesi IX atau XI,” kata dia lagi.
“Kalau perguruan tinggi atau sekolah tinggi tidak sembarangan buka cabang. Yang pasti kalau dosen di PTN tidak diperbolehkan mengajar di PTS, kecuali telah mendapat izin dari pimpinan PTN tersebut, itupun dengan syarat yang ketat,” terangnya.
KabarSelebes.ID sendiri mengecek nomor ijazah yang dikeluarkan STIHP Palu terhadap Imran Latjedi itu di Dikti melalui situs https://ijazah.kemdikbud.go.id/ nomor ijazah 071.1/A/Ketua-STIHP/V/2019 tidak ditemukan.
Kasus ini mencuat setelah salah seorang anggota DPRD Sigi yakni Imran Latjedi ditunjuk oleh DPP Partai Nasdem untuk menjadi wakil ketua DPRD Sigi menggantikan Torki Ibrahim Turra.
Dalam surat yang ditandatangani Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dan Sekretaris Johnny G. Plate dicantumkan nama Imran Latjedi, SH. Akibatnya sejumlah pihak mempertanyakan dari mana gelar itu dia peroleh.
Sayangnya, Imran Latjedi tidak mau menjawab saat ditanyakan perihal keabsahan ijazah S1 hukum yang disematkan terhadap dirinya. Pesan singkat melalui whatsaap tidak direspons oleh Imran.(skd/abd)
Laporan : Abdee Mari