Tutup
NasionalSulawesi Tengah

Sepenggal Cerita Dibalik Aktifitas Relawan Gabungan Pecinta Alam Bantu Pengungsi Korban Banjir Bandang Luwu Utara

1443
×

Sepenggal Cerita Dibalik Aktifitas Relawan Gabungan Pecinta Alam Bantu Pengungsi Korban Banjir Bandang Luwu Utara

Sebarkan artikel ini
Tampak relawan gabungan pecinta alam saat membuat dan membersihkan bak penampung air bersih untuk warga pengungsi di dua Desa. (Foto: Ist)

LUWU UTARA, Kabar Selebes – Banjir bandang yang melanda Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan yang terjadi pada 13 Juli 2020 malam, sekitar pukul 19.30 Wita, tentunya menyisahkan kisah sedih dan rasa trauma mendalam bagi masyarakat yang menjadi korban.

Terlebih lagi, bagi warga yang hingga kini, jenazah keluarganya belum ditemukan oleh tim SAR.

Banjir yang mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia dan ribuan orang terpaksa mengungsi itu, juga menyisahkan banyak cerita.

Berikut ini, sepenggal cerita dibalik aktifitas relawan gabungan pecinta alam dari Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Morowali Utara, Morowali, Luwu Timur, Mapala Kota Palu, dan Mapala 45 yang menarik dalam membantu pengungsi di Desa Meli, Kecamatan Baebunta, Kabupaten Luwu Utara.

Setiap paginya, sekitar pukul 08.00 Wita, para relawan gabungan pecinta alam yang berposko di Kelurahan Kappuna, Kecamatan Masamba itu, sudah harus bersiap-siap untuk melaksanakan tugas mereka menyiapkan sarana air bersih bagi 480 KK dengan jumlah 2000 lebih jiwa yang mengungsi di dua titik di Desa Meli.

Untuk berangkat ke tempat penugasan di lokasi pengungsian di Desa Meli itu, para relawan gabungan pecinta alam harus menempuh jarak sekitar 20 kilometer dari posko tempat mereka menginap.

Menariknya, ketika berangkat ke tempat penugasan, sebagian relawan gabungan pecinta alam itu, ada yang menggunakan kendaraan yang disediakan di posko, dan sebagiannya lagi hanya menumpang pada kendaraan roda empat yang menuju ke lokasi pengungsian di Desa Meli.

Yang namanya pecinta alam, istilah Dola Oto atau DO bagi pecinta alam di Sulteng dan Belang-belang istilah di Sulawesi Selatan, sudah biasa dilakukan.

Wajar saja, kalau para relawan gabungan pecinta alam itu, menganggap hal itu biasa saja dan hanya tertawa sebagai bahan hiburan mereka sebelum melaksanakan tugas mulia tersebut.

Tanpa rasa lelah dan mengeluh karena telah menanamkan rasa jiwa kemanusiaan dalam diri setiap para pecinta alam, seperti para relawan lainnya, kondisi itu tidak menyurutkan niat mereka dalam membantu sesama.

Hingga hari kelima, para relawan gabungan pecinta alam itu, sudah membuat bak penampung air bersih yang terletak dibagian perbukitan, yang terdapat mata air, dibagian atas lokasi pengungsian Desa Meli.

Selain itu, para relawan gabungan pecinta alam tersebut, juga melakukan pemasangan instalasi saluran air bersih seperti pemasangan kran dan pipa yang nantinya akan dialiri air ke setiap tenda-tenda pengungsian.

Bukan hanya untuk tenda-tenda pengungsian di Desa Meli, air bersih itu juga diperuntukan bagi tenda-tenda pengungsi di Dusun Penampung, Desa Radda.

Tidak hanya itu, para relawan juga meluangkan waktu mereka untuk memberikan edukasi kepada warga yang berada di tenda-tenda pengungsian agar tetap menjaga kebersihan lingkungan.

Tak sampai disitu saja, para relawan gabungan pecinta alam itu, masih akan membangun bak penampung air bersih ditengah-tengah lokasi tenda pengungsian, yang kemudian akan dialiri ke tandon-tandon atau penampungan terakhir air bersih untuk digunakan.

Ternyata, selain membantu dalam penyediaan air bersih bagi pengungsi, para relawan gabungan tersebut, juga bertugas di dapur umum posko relawan, petugas pendistribusian bantuan, bertugas memberikan kegiatan trauma hiling bagi pengungsi, dan tugas-tugas lainnya.

Tentunya, hal itu harus berdasarkan hasil breafing pada waktu malam setiap harinya sebelum beristirahat di posko relawan.

Setiap harinya, selama menjadi relawan yang membantu warga di lokasi pengungsian di Desa Meli dan Radda, ketika memasuki waktu makan siang, mereka harus melatih kesabaran karena harus antrian untuk mengambil makanan yang disediakan di dapur umum, yang terletak dibeberapa titik.

Dapur umum yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu Utara dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan sebanyak 20 unit itu, melayani seluruh relawan yang bertugas di wilayah tersebut.

Menurut Abd. Farid selaku koordinator tim relawan gabungan pecinta alam yang merupakan utusan Forum Komunikasi Pecinta Alam Pantai Timur (FKPAPT) pertama dan tertua di Kabupaten Parimo, kegiatan breafing yang dilakukan di posko relawan pada malam hari itu, harus dilaksanakan secara rutin.

Dengan begitu, dapat diketahui sejauh mana tahapan pelaksanaan tugas yang diberikan kepada masing-masing para relawan gabungan pecinta alam.

Farid mengaku menjadi seorang relawan merupakan tugas yang mulia dan sudah tertanam dalam dirinya beserta seluruh pecinta alam, yang ada di indonesia.

Pasalnya, untuk menjadi seorang pecinta alam, untuk bergabung dalam komunitas, kelompok, lembaga maupun mapala atau organisasi kepecintaalaman apa saja, tentu diberikan pengetahuan dan ilmu kerelawanan.

Tidak hanya itu, untuk menjadi seorang pecinta alam itu, juga diberikan pengetahuan dan ilmu seperti Search and Rescue atau SAR, bahkan yang lebih spesifik.

Tetapi, hal itu tergantung dari masing-masing lembaga, organisasi maupun komunitas atau kelompok tempat seorang pecinta alam itu belajar.

“Sebelum berangkat ke Kabupaten Luwu Utara, untuk bergabung dengan relawan lainnya disini, saya bersama rekan-rekan saya, turut serta dalam membantu warga korban banjir dibeberapa Desa di Kabupaten Parimo,” terang Aid sapaan akrabnya yang mengaku sebagai anggota Lembaga Sahabat Alam (LSA) Gagantu Wild Indonesia di Desa Pangi, Kecamatan Parigi Utara, Kabupaten Parimo kepada KabarSelebes.ID via telephone, Sabtu (25/7/2020). (rlm)

Laporan: Roy L. Mardani

Silakan komentar Anda Disini….