PALU, Kabar Selebes – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), melalui Komisi I bersama Kepolisian Daerah (Polda) menyepakati pembentukan tim terpadu untuk memerangi kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Kabupaten Poso.
Kesepakatan itu terlahir melalui beberapa pertimbangan yang dibahas bersama dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Kamis (2/7/2020).
Salah satunya dengan diperpanjangnya operasi Operasi Tinombala, berdasarkan keputusan Mabes Polri.
Sri Lalusu, Ketua Komisi I menjelaskan, pemberantasan kelompok sipil bersenjata itu, bukan semata-mata menjadi tugas aparat Kepolisian dan TNI, namun pemerintah juga harus hadir dalam menangani kasus tersebut.
“Tim terpadu kami di DPRD tadi saya bisik, mengajak DPRD Poso mensinergikan anggarannya. Bahkan saya mengajak untuk bersama-sama ke kementerian kalau covid tidak ada lagi. Kita ceritakan, Poso itu seperti ini, dan kita minta anggarannya disana, untuk melakukan sentuhan pelatihan keterampilan kegiatan positif agar tidak mudah terkontaminasi. Permasalahan ini bukan hanya tugas aparat keamanan, tapi pemerintah juga harus hadir,” ungkapnya.
Ia mengatakan, menurunnya jumlah personil menjadi pertimbangan DPRD menyetujui perpanjangan Operasi Tinombala.
“Ada petugas saja, terjadi. Apalagi tidak ada. Saya baru lihat jumlah personel, ternyata menurun drastic. Pada operasi sebelumnya yang berjumlah 3000 lebih, turun hingga 466. Itu menurut saya tidak balance,” katanya.
Kapolda Sulteng, Irjen Pol. Syafril Nursal menegaskan, Operasi Tinombala akan dihentikan jika persoalan terorisme di Poso tidak adalagi.
“Kita akan menghentikan operasi, apabila tidak adalagi persoalan terorisme di Poso,” tegasnya.
Menurutnya, persoalan Poso tidak hanya berada di wilayah itu, melainkan jaringan Nasional, bahkan Internasional.
Sehingga, permasalahan ini tidak bisa diselesaikan dengan menangkap orang-orang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Sekali lagi apa yang terjadi itu adalah ekses atau dampak dari Operasi Tinombala. Kita tidak berharap Operasi Tinombala berjalan terus. Cara menghentikannya, dengan menggarap yang dibawah juga, termasuk orang-orang yang berperan sebagai penyuplai,” paparnya.
Jendral bintang dua itu, juga menyampaikan dugaan adanya keterlibatan pesantren dalam mendukung kelompok ini.
“Berdasarkan laporan intelejen, ada beberapa pesantren dan Madrasah yang berperan mendukung kelompok ini. Itu bukan rana kami, jadi kami perlu dukungan pemerintah untuk mengkaji serta mengecek izin dan kurikulumnya. Makanya perlu sinergitas jika kelompok ini benar-benar mau dibersihkan,” terangnya.
Terkait RDP yang dilaksanakan tertutup, Sri mengaku kaget dengan insiden anggota DPRD Poso yang tidak diperbolehkan masuk.
“Saya juga ingin klarifikasi, karena yang kami ajukan rapat Komisi I dengan mitra kerjanya, ini periode pertama kami. Namun, betapa terkejutnya saya sebagai pimpinan rapat tadi dikatakan pihak yang diundang sudah ada, saya sebagai Ketua Komisi I protes, karena skenarionya setelah Komisi I rapat dengan mitranya dan itu tertutup. Yang kami bahas ini, adalah beberapa hal yang riskan karena bukan ranah DPRD saja,” tandasnya. (rlm/sob)
Laporan: Sobirin