Komparasi studi pola dan struktur sektoral kesehatan bertalian dengan sosio-tehcnology movement revolusi 4.0 di Indonesia.
A. Rekonstruksi tatanan sosial melalui pengalihan fungsi ruang public bagi pasien covid-19 di kabupaten Buol
PADA tanggal 30 Maret 2020 pemerintah kabupaten Buol menetapkan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) yang sebelumnya di rencanakan untuk hunian Pegawai Negeri Sipil Golongan III/d hingga Golongan IV/d dialihfungsikan menjadi ruang isolasi bagi warga yang berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) sejumlah 5 orang, Pelaku Perjalanan (PP) sejumlah 231 orang hingga Pasien Dalam Pementauan (PDP) berjumlah 1 orang.
Pengalihan fungsi Rusunawa dimaksud agar kemudian pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mokoyurli, Rumah Sakit Pratama, Puskesmas-Puskemas dan Puskesmas Pembantu yang tersebar di kecamatan tidak mengenyampingkan pasien pengidap penyakit lainnya dan memberikan rasa Aman dan Nyaman terhadap penyebaran virus Covid-19.
Pada tanggal 1 April 2020 Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) Kabupaten Buol menerapkan kebijakan karantina wilayah terbatas dengan menutup akses rute Kabupaten Tolitoli ke Kabupaten Buol dan Provinsi Gorontalo ke Kabupaten Buol selama 7 hari dikarenakan menekan angka arus pengenjung dari luar daerah kabupaten Buol yang terpantau (tracking) kurang lebih 6.000 Orang.
Selama 7 hari pemerintah kabupaten Buol melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease Covid-19 Daerah melakukan tracking dan memvalidasi pelaku perjalanan. Kasus pasien yang boleh pulang dianjurkan untuk memonitor kesehatannya secara berkelanjutan selama 14 hari, memakai masker wajah, tinggal di kamar tunggal berventilasi, mengurangi frekuensi kontak dekat dengan anggota keluarga, makan sendirian, menjaga kebersihan tangan dan menghindari kegiatan di luar ruangan karena status imunitas yang menurun dan berisiko terinfeksi patogen lain.
Tata ruang sektoral kesehatan terhadap alih fungsi rusunawa bagi pasien covid-19 di kabupaten Buol dimaksudkan untuk memberi rasa nyaman dan aman bagi warga dikabupaten Buol.
B. Quo vadis ruang gerak program unggulan di kabupaten Buol pasca penerapan PSBB.
4.0 memberikan uraian dimana batasan fisik dan maya akan hilang, Jika hari ini kita beranggapan aset utama yang berharga adalah tanah dan material maka stigma itu akan bergeser dikarenakan pengelolaan atas udara akan semakin di luar dari naral namun terjadi karena analoginya corak produksi dari mengelola industri 4.0 ialah Jaringan dan frekuensi tentunya pengelolaan tersebut tidak terlihat namun terasa bahkan kita semua menjadi objek dari subjek aset udara. Kata kuncinya ialah “tuan tanah baru” adalah mereka yang menguasai jaringan. Google, amazon, alibaba, tancent dan anak cucu coorporate dari mereka telah melakukan “penguasaan aset udara” hanya bermodalkan jaringan namun kini corak produksi dan distribusi jalur perdagangan telah mereka kapitalisasi secara digital.
Mungkin uraian ini terlalu imajinatif, kita liat Go-jek atau Grab (dengan segala fitur mereka) mulai dari service public antarin makanan, antarin bini, antarin pacar simpanan dan lain sebagainya hanya dengan sekali klik semua layanan tersebut dapat kita gunakan.
Berdasarkan angka jumlah penduduk Indo saat ini 266.795.000 jiwa penggunaan aset udara sejumlah 27,4% atau 73.155.000 jiwa dengan arti kata Indo merupakan sasaran bagi para kapital digital.
Yang terpenting adalah cara pandang, prilaku dan regulasi kita saat ini tidak mempersiapkan kemajuan technologi dalam polarisasi revolusi Industri 4.0 karena kemajuan technologi yang sebagian kita maknai ialah Layar HP besar, tipis, speakernya kencang, full display 1080.
Siap kah kita dengan socio technologi movement ? Ataukah kita masih senang berdebat sampai pagi tentang Pancasila, demokrasi, bahkan goreng2an issue agama sampai gosip selangkangan tetangga ? Atau yang lebih serius masih percaya dirikah pemerintah daerah melakukan makanisasi produksi dan distribusi secara manual ? Yakin masih pake cara itu ?
C. Socio-technologi movement pasca PSBB dikabupaten Buol terhadap rencana pembangunan jangka menengah.
Revolusi Industri 4.0 atau bisa diterjemahkan Socio-technologi movement telah mengubah cara kita hidup, bekerja dan berhubungan satu dengan yang lainnya. Dalam hal skala, cakupan serta kompleksitasnya, Revolusi 4.0 ini belum pernah dialami umat manusia sebelumnya. Terchnologi yang berkembang dalam revolusi 4.0 menggabungkan dunia fisik, digital dan biologi yang di satu sisi membuka peluang besar untuk kemajuan dalam sector produktivitas strategis seperti merespon pasar Nasional dan Internasional melalui skema ekonomi dari hulu ke hilir, pemamtauan kebutuhan pasar dan hal-hal lainnya.
Dari sekian banyak tantangan yang beragam terhadap laju pergerakan revolusi 4.0 yang paling dan penting adalah bagaimana memahami serta membentuk revolusi terchnologi baru. Teroosan-terobosan baru di bidang technologi yang meliputi bidang luas seperti Artificial Intelligence, Internet of Things, Nanotechnologi dan lain-lain.
Secara khusus, pemahaman bersama tersebut sangat mendesak untuk dibentuk apabila kita hendak membentuk masa depan kolektif yang mencermintakn tujuan dan nilai-nilai bersama. Kita harus memiliki satu pandangan bersama yang komprehensif dan global tentang bagaimana mengubah hidup kita dan hidup generasi-generasi yang akan dating, serta bagaimana technologi membentuk ulang manusia dalam konteks ekonomi, social, budaya yang kita hidupi.
Olehnya dibutuhkan mekanisasi terhadap capaian program unggulan kabupaten Buol melalui skema 4.0 dari hulu ke hilir berbasis single data system.
“Perlu memastikan bahwa regulasi nantinya tidak menghambat inovasi terus berkembang” Penyelarasan berbagai kebijakan dan regulasi pemerintah, produk legislatif, bahkan peradilan dengan revolusi teknologi harus dilihat sebagai strategi pembangunan jangka panjang di era digital. Era revolusi industri 4.0 ditandai dengan pola digital economy, artificial intelligence, big data, robotic, dan sebagainya yang dikenal sebagai fenomena disruptive innovation. Disrupsi ini tak terkecuali juga berdampak pada bidang hukum sebagai rambu-rambu alami yang selalu membersamai tatanan sosial.
Ada 3 pendekatan regulasi yang semestinya diterapkan sebagai strategi pemerintah dalam mengelola penerapan kemajuan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Pertama, pendekatan yang disebutnya sebagai establishment of regulatory sandboxes. Berbagai ide, produk, atau layanan berbasis teknologi diberikan ruang uji coba terbatas. Pengaturannya bersifat longgar dan belum permanen. Cara ini diterapkan sejak 2015 untuk fintech dimana sudah 13 perusahaan yang bergabung. Pada bidang transportasi, Kedua adalah pendekatan yang disebut masterly inactivity. Sebuah istilah medis untuk sikap wait & see dokter sampai perkembangan penyakit pasien jelas diketahui. Ia mencontohkan sikap otoritas perbankan dan jasa keuangan Singapura yang tidak mengatur soal criptocurrency. Namun fokus pada pengaturan aktifitas yang berkaitan dengan criptocurrency dilakukan sambil mengevaluasi risikonya, menimbang model regulasi yang tepat nantinya, dan memastikan bahwa regulasi nantinya tidak menghambat inovasi terus berkembang, Adapun yang ketiga ialah terus mendorong prosedur pembuatan regulasi lebih cepat mengejar perkembangan teknologi.(*)
Andri Wawan
Penulis adalah Ketua LBH Kuonami cabang kab. Buol.
*Seluruh tulisan adalah tanggungjawab penulis