PALU, Kabar Selebes – Jika ada yang patut disebut orang-orang tegar, maka sebutan itu layak untuk para pengungsi korban bencana gempa, likuefaksi dan tsunami di Palu. Belum kering air mata mereka karena bencana alam, kini mereka harus menghadapi lagi bencana non alam, pandemi virus corona.
Sejak gempa bumi 7,4 SR di Kota Palu dan sekitarnya tanggal 28 September 2018, terhitung sudah dua kali ramadhan warga penyintas ini menjalaninya di bawah tenda pengungsian. Kesulitan hidup tentu menjadi makanan sehari-hari para penyintas ini.
Namun, meski harus bertahan hidup di tenda pengungsian dengan penuh keterbatasan kebutuhan sehari-hari dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, tidak mengurangi niat para penyintas yang berada di shelter Balaroa, Kelurahan Balaroa, Kecamatan Ulujadi, Kota Palu untuk menjalan ibadah puasa selama bulan suci ramadhan.
Kardi, salah seorang penyintas bersama keluarga ini misalnya. Dia menikmati santapan sahur di bawah tenda dengan menu sederhana.
KabarSelebes.ID mencoba ikut bersahur dengan Kardi dan keluarga Senin (4/5/2020). Menu sahur dihidangkan istri Kardi di meja makan, terlihat lauknya sangat sederhana. Ada nasi serta lauk ikan tanpa sayur yang diganti dengan mie instan.
Di sela-sala makan sahur, Kardi berbagi cerita dimana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di tengah wabah virus corona sudah sangat sulit sekali.
“Misalnya untuk kebutuhan makan saja itu hanya pas-pasan di tambah lagi tabungan kami tidak ada sama sekali,”ujarnya.
Kardi menceritakan usaha yang dia jalani yaitu berjualan kue yang kini macet karena corona.
“Karena usaha yang kami jalankan ini sebelum adanya virus corona cukup menguntungkan akan tetapi dengan adanya corona semuanya menjadi terhambat dengan kurangnya pembeli,” jelasnya.
Dalam sehari, Kardi bisa membuat 200 buah kue untuk dijual. Namun akhir-akhir ini hanya bisa membuat 25 buah, itu pun tidak semuanya laku terjual dan harus dibawa pulang kembali.
Kardi hampir tak bisa berbuat apa-apa lagi. Santap sahur dengan lauk ikan kecil-kecil dan mie instan sudah sangat mewah bagi dia dan keluarga kecilnya di bawah tenda.
Meski hampir patah arang, namun Kardi menaruh harapan akan uluran tangan dari Pemerintah untuk membantu mereka dalam situasi saat ini. Karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari di bawah tenda pengungsian sangat susah sehingga bantuan itu sangat berarti di tengah pandemi Covid-19.
Saat ini, bersama Kardi masih ada 120 penyintas yang masih menempati tenda pengungsian di shelter Balaroa. Kondisi mereka tidak jauh berbeda dengan Kardi. Menjalani ramdhan dengan pilu.(abd/rkb)
Laporan: Rifaldi Kalbadjang