PALU, Kabar Selebes – Ketika banyak Intansi kantoran mulai menerapkan kebijakan “Work From Home” guna mengantisipasi penyebaran Covid-19, beda halnya dengan puluhan mahasiswa Universitas Tadulako yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Untad (GMU).
Meski rektor dan pihak dekan telah mengeluarkan kebijakan untuk melakukan kuliah daring menghindari keramaian, mereka tetap melakukan kerjanya sebagai agen perubahan dengan turun ke jalan di depan gedung DPRD Sulawesi Tengah, Kamis (19/03/2020). Aksi mahasiswa ini menuntut pemerintah Sulawesi Tengah menggagalkan RUU Omnibus Law.
Ada 13 tuntutan yang disuarakan oleh gerakan mahasiswa tersebut, diantaranya adalah Tolak RUU Cipta Kerja dan Sahkan RUU PKS.
Dalam orasinya Ela salah satu Mahasiswa FISIP mengakui mereka bukan tidak mengindahkan apa yang diedarkan. Dalam keteranganya ia mengaku, aksi sebenarnya akan dilakukan pada hari senin, tetapi dilarang dengan alasan pihak DPRD akan melakukan mediasi dengan jumlah masa yang sedikit. Akan tetapi pihak DPRD tidak ada di tempat ketika masa hadir pada hari senin kemarin.
“Setelah melihat kelakuan DPR yang memperlakukan kami seperti bola ping-pong, kami merasa sakit hati, bahkan satu fraksi anggoa DPR pun tidak hadir pada hari senin,” ujarnya berapi-api.
Setelah beberapa jam menunggu kehadiran dari pihak DPRD masa juga tidak dipertemukan oleh pihak DPRD.
Pihak Humas yang hadir setelah mahasiswa memaksa merangsek untuk masuk, akhirnya mengklarifikasi bahwa pihak DPRD sedang tidak ada di kantor.
“Mereka lagi ada kerja di luar,” ujar Mardianto salah satu humas DPRD.
Setelah mendengar keterangan humas, meskipun sedikit tidak percaya, masa aksi akhirnya membubarkan diri dan menyerahkan MoU kepada pihak humas untuk ditanda tangani oleh pihak DPRD.
“Jikalau aksi kami tidak diindahkan, kami akan melakukan aksi yang lebih banyak pada tanggal 23 Maret nanti,” pungkas Zidan selaku koordinator aksi. (Adi Pranata)