PALU, Kabar Selebes – “Ada Apa dengan Perempuan?” merupakan tema yang diangkat dalam kegiatan diskusi yang diadakan oleh Himpunan Pelajar Mahasiswa Dampelas, bertempat di asrama Dampelas Jl. Hangtua Palu.
Yuyun Agustina S.Ap selaku pemateri memulai diskusi dengan memberi pemahaman tentang istilah gender dan juga perkembangan peran perempuan dari zaman ke zaman.
Ia menjelaskan, gender dalam perkembanganya merupakan penempatan konstruksi sosial yang dibangun dalam masyarakat, dimana lelaki dan perempuan punya peran yang berbeda
“Seiring perkembangan Laki-laki dianggap maskulin dan perempuan feminim” kata dia kepada puluhan pelajar dari berbagai paguyuban di Sulawesi Tengah yang hadir pada sabtu (07/03/2020).
Yuyun sapaan akrab pemateri mengatakan, dengan adanya perbedaan gender ini, menempatkan perempuan di bawah strata sosial laki-laki. Menurutnya perempuan seharusnya punya hak yang sama, tidak hanya diposisikan sebagai Ibu rumah tangga semata, perempuan juga seyogyanya memiliki kesempatan dalam hal mendapatkan akses pendidikan.
“Sudah sepantasnya wanita memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam mengembangkan potensi yang ia miliki” Kata wanita lulusan Universitas Tadulako tahun 2018 ini.
Yuyun juga mengungkapkan, selama ini perempuan lebih dominan mendapat ketidakadilan dalam pekerjaan dan juga maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga
“Bukan berarti lelaki tidak, hanya saja perempuan lebih dominan ditimpa kasus ketidakadilan seperti kasus pelecehan, pemerkosaan, dan kekerasan dari suami” Ujarnya
“Untuk pekerjaan perempuan masih di ranah domestik, ditambah banyak perempuan tidak punya akses pendidikan” lanjut Yuyun
Lebih lanjut ia menjelaskan, kasus kekerasan ini disebabkan oleh sejarah perbedaan Gender. Dimana masyarakat dari masa ke masa, mulai membangun konstruksi gender tentang posisi perempuan dalam kehidupan berumah tangga, hingga melahirkan budaya patriarki.
“Perbedaan ini lahir dari masyarakat Komunal primitif dimana lelaki punya peran lebih dari pada perempuan” kata dia
Menurut yuyun, ini bertolak belakang dengan sejarah perkembangan perempuan yang ada. Seperti contoh kasus Kartini pejuang pendidikan perempuan Indonesia dan juga perjuangan buruh perempuan di abad ke-19 yang menuntut hak-hak buruh karena dilakukan tidak manusiawi.
“8 jam kerja yang dinikmati pekerja sekarang ini adalah perjuangan dari puluhan ribu buruh perempuan di New York abad ke 18-19 ” Lanjutnya
Pemateri juga mengungkapkan kekecewaannya karena perempuan sering dianggap sebagai sumber masalah. Seperti kasus pemerkosaan, perempuan sering disalahkan karena dianggap memakai pakaian terlalu seksi. Hal ini menurutnya tidak benar, dan bertolak belakang dengan jumlah kasus pemerkosaan yang terjadi di negara lain dengan perbedaan budaya yang kontras.
“Di benua Eropa kasus pemerkosaan terhadap perempuan rendah, tapi di Timur Tengah seperti Mesir, lebih banyak kasus pemerkosaan. Jadi perempuan sumber masalah bisa terbantahkan. Kenapa tidak salahkan pola pikir laki-laki?” tuturnya.
Diskusi yang berlangsung hampir dua jam ini, diakhiri dengan sesi tanya jawab tentang kesetaraan laki-laki dan juga perempuan dalam peraturan Undang-undang yang ada.
Yuyun Agustina pada kesempatan itu juga mengajak perempuan yang hadir, agar aktif berorganisasi dan sesama perempuan tidak saling menjatuhkan, serta saling mendukung satu sama lain.
“Jika ada yang mau belajar mari sama-sama, saya sangat terbuka untuk hal itu” Pungkasnya (Adi Pranata)