Tutup
Nasional

Ada Oknum Pengusaha JF di PETI Kayuboko, Komnas HAM Sebut Polda Sulteng Tutup Mata

×

Ada Oknum Pengusaha JF di PETI Kayuboko, Komnas HAM Sebut Polda Sulteng Tutup Mata

Sebarkan artikel ini
Salah satu galian tambang emas ilegal di Kayuboko Parigi Moutong.(Foto:Dok Komnas HAM RI Perwakilan Sulteng)

PALU, Kabar Selebes – Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Sulawesi Tengah, menyoroti penanganan pertambangan ilegal (Illegal Mining) oleh aparat hokum di Sulawesi Tengah. Salah satu Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) yang disoroti Komnas HAM berada di Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulteng, Dedi Askari mengatakan, PETI di Desa Kayuboko itu sempat berhenti beraktifitas pada akhir tahun 2019. Namun kini kembali beroperasi dimana geliat aktifitas dan hiruk-pikuk alat berat yang mengeruk material dan dump truck yang mengangkut material hasil kerukan kembali terlihat.

Advertising

“Pertambangan emas secara besar-besaran menggunakan alat berat ini dapat dipastikan ini adalah praktek illegal mining,” kataDedi Askari Senin (9/3/2020).

Salah satu galian tambang emas ilegal di Kayuboko Parigi Moutong.(Foto:Dok Komnas HAM RI Perwakilan Sulteng)

Komnas HAM RI Perwakilan Sulteng menganggap aktivitas pertambangan emas yang kembali berlangsung saat ini di Desa Kayuboko telah melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pada pasal itu menegaskan bahwa  ”Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”.

Hal tersebut didasari temuan hasil Penyelidikan Komnas HAM-RI Perwakilan Sulteng, bahwa: Pertama : Tidak ada satu dokumen apapun terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) bahwa dikawasan tersebut ada Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR) maupun Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diterbitkan, baik oleh Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah;

Kedua  : Merujuk pada dokumen RT/RW yang ada, kawasan tersebut, bukanlah kawasan yang peruntukannya untuk Pertambangan, melainkan sebagai Pertanian kering dan sebagai kawasan Perkebunan;

Ketiga : Selain telah melanggar berbagai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, aktifitas Pertambangan Emas illegal di Kayuboko, dapat dipastikan juga melanggar Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan serta Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup. Lebih jauh aktifitas pertambangan illegal tersebut telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2009 tentang Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan.

“Aktivitas pertambangan ilegal di Desa Kayuboko ini juga sebenarnya telah memberikan kerugian besar  kepada negara, dimana melakukan pengerukan terus menerus terhadap sumber daya alam yang tujuannya hanya memperkaya segelintir orang tanpa melakukan kewajibannya kepada Negara,” tegas Dedi.

Salah satu galian tambang emas ilegal di Kayuboko Parigi Moutong.(Foto:Dok Komnas HAM RI Perwakilan Sulteng)

Komnas HAM menyoroti aparat penegak hukum yang terkesan tutup mata dan bisu sehingga tidak melakukan langkah hukum apapun terkait kembali beroperasinya PETI di Desa Kayuboko.

“Padahal penegasan dalam Undang-Undang Minerba sangat jelas bahwa, Setiap usaha pertambangan bahan galian strategis dan golongan bahan galian vital menurut Undang-undang Pertambangan dan Mineral ini, baru dapat dilaksanakan apabila terlebih dahulu telah mendapatkan izin pertambangan,” kata Dedi.

Terhadap mereka yang melakukan pelanggaran ketentuan Undang-undang tersebut lanjutnya, maka dapat diancam pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 158 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Pertambangan Mineral dan Batubara.

Kembali beroperasinya Pertambangan emas Ilegal di Desa Kayuboko mencerminkan ketidak seriusan Pemerintah (eksekutif, legis latif) lebih-lebih aparat Penegak Hukum, baik Kepolisian maupun Pihak Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sendiri.

“Aparat Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah sendiri, sebagaimana ditegaskan oleh Kapolda Sulteng beberapa waktu yang lalu bahwa “Siapapun yang terlibat, tidak peduli, kita Proses!!!. Pokoknya yang kita tangkap, tidak ada alasan apapun, kalau dia melanggar, ada perbuatan pidana yang dia langgar, karenanya kita proses”, hanyalah lip service semata. Buktinya, tambang emas ilegal Kayuboko kembali beroperasi,” tegas Dedi Askari.

Dia menduga oknum-oknum institusi yang ada di daerah telah “bersetubuh” dengan pemodal di balik kembali beroperasinya tambang emas Ilegal di Kayuboko. Pada hal kata Dedi, jika serius, sesungguhnya tampak jelas siapa pelaku utama yang bermain dibalik aktifitas Pertambangan Emas Ilegal di Kayuboko.

“Mengingat telah menjadi rahasia umum, dan kuat dugaan bahwa ada “JF” dibalik semua ini, hal tersebut dapat dilihat beberapa eksavator dan puluhan dump truck diketahui adalah miliknya, lebih jauh dugaan keterlibatan yang bersangkutan dapat dilihat dari staf atau orang-orang lapangan yang mengawasi kerja-kerja pengerukan dan pengangkutan di Desa Kayuboko, semisal ada dengan inisial “S”,” tandasnya.(*/Abdee)

Silakan komentar Anda Disini….