Oleh : Sarifah Latowa
Suatu siang, Sabtu, 8 Februari 2020, Mita Nazira, seorang remaja perempuan berusia 19 tahun berasal dari Desa Labean, Kecamatan Sirenja sedang sibuk mengupas kulit pisang, pisang-pisang itu ia belah menjadi tiga bagian kemudian ia sisihkan.
Tangan mungilnya begitu lihai memegang pisau dapur, saking lihainya ia hanya memerlukan waktu sekitar sepuluh menit untuk mengupas pisang yang jumlahnya lumayan banyak.
Disamping kirinya, Yuni Andini berusia 20 tahun, sedang sibuk membuat adonan celupan. Semua bahan celupan ia satukan dalam wadah. Tangan kanannya meraih air digelas lalu dituang kedalam wadah dan mengaduk-aduknya hingga menjadi adonan celupan.
Sementara Andani (21), yang sedari tadi berdiri di depan mereka langsung beranjak menyalakan kompor yang berada di hadapan mereka, kemudian memanaskan minyak dengan api yang sedang.
Mita Nazira pun mengambil pisang yang ia sisihkan tadi, lalu dicelupkan ke adonan “byurrr” pisangnya telah dimasukan kedalam wajan yang berisi minyak mendidih warnanyapun berubah kecokelatan, ia kemudian mengangkat dan meniriskannya. Pisang goreng krispi pun siap disajikan.
“Taraaaaraaaang pisang goreng krispinya sudah jadi,” ucap Mita yang disambut tawa bahagia kedua sahabatnya.
Begitulah gambaran tiga anak remaja yang sedang melakukan demo membuat pisang goreng krispi di salah satu stan berukuran 2×3 meter yang disediakan oleh Save the Children pada Festival dan Pameran Program di Desa Lompio, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala.
Ketiga anak ini merupakan salah satu kelompok remaja yang dibentuk oleh Save the Children, lalu diberikan pelatihan membuat berbagai jenis kue melalui program mata pencaharian dan kemandirian, kewirausahaan remaja.
Selama pelatihan, mereka diajarkan pengenalan terhadap bahan dan alat yang digunakan saat membuat kue, cara pembuatan adonan, teknik memanggang yang benar, cara penyajian, pengemasan yang baik, penetapan harga kue, hingga ulasan mengenai peluang usaha dan pemasaran.
“Selama pelatihan banyak hal yang diajarkan ke kami, mulai dari pengenalan bahan kue, teknik pemasaran bahkan diajarkan mengenai kisaran modal dan penetapan harga jual kue,” ujar Mita.
Menurut Mita, pelatihan yang diberikan Save the Children sangat bermanfaat bagi dirinya. Yang tadinya belum mengetahui cara membuat kue, sekarang menjadi tahu. Bahkan ia mengakui sudah beberapa kali menerima pesanan kue dari pelanggan.
“Kami sudah beberapa kali menerima pesanan kue, terutama pesanan kue ulang tahun. Pernah sekali kami diminta membuat kue untuk konsumsi pada acara di kampung kami, keuntungannya Rp.1,2 juta dibagi menjadi 3 karena saya satu kelompok ada 3 orang, masing-masing kami mendapat penghasilan Rp.400.000,” ujarnya sambil melempar senyuman.
Ia bersyukur dan berterimakasih kepada Save the Children karena telah mengajarkan mereka bagaimana cara berwirausaha secara mandiri. Kedepannya ketiga anak remaja ini berharap dapat mengumpulkan modal sehingga dapat melebarkan sayap usaha mereka.
Potret tiga anak yang memulai usaha secara mandiri ini, bukanlah satu-satunya program Save the Children yang digagas di Desa Lompio, melainkan ada beberapa program yang bekerja sama dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat lokal di antaranya program di bidang kesehatan, peluang usaha, pendidikan dan perlindungan anak.
Save the Children juga mendukung usaha peningkatan kapasitas bagi organisasi yang berbasis masyarakat, seperti misalnya kelompok perempuan dan relawan Posyandu.
Kepala Kantor Save the Children Kabupaten Donggala, Wiwied Trisnadi mengungkapkan, prinsip program organisasi ini mengutamakan kepentingan anak, kesetaraan jender, pemberdayaan, kesinambungan, dan pada dampak yang luas dan terukur.
Selain membantu anak-anak remaja, Save the Children juga membuat program rehab mata pencaharian warga terdampak bencana dengan memberikan bantuan kepada kurang lebih 40 kelompok nelayan di tiga kecamatan.
Bantuan yang diberikan berupa perahu, mesin dan alat tangkap sedangkan bantuan untuk kelompok tani berupa hand tractor, bibit dan alat semprot.
Sedangkan bantuan untuk anak-anak muda putus sekolah pihaknya memberikan pelatihan tata boga, tata busana, salon, montir dan bengkel.
Wiwid mengatakan, mereka tidak hanya memberikan pelatihan dalam berwirausaha secara mandiri, tetapi, berusaha mencari jalan keluar bagaimana memasarkan hasil usaha masyarakat terdampak bencana, agar dapat memulihkan perekonomian warga.
Untuk membangkitkan kepercayaan diri masyarakat atas produk usaha yang mereka buat, kata Wiwid, setiap kali Save the Children mengadakan kegiatan rapat di kampung ini, konsumsi kue atau makanan lainnya dipesan kepada kelompok masyarakat yang telah diajarkan membuat olahan makanan.
“Dengan demikian dapat menumbuhkan kepercayaan diri masyarakat. Mereka pasti bilang oh saya ternyata bisa melakukan usaha ini, buktinya ada yang membeli hasi usaha kami,” jelasnya.
Menurut Wiwid program-program Save the Children bagi masyarakat, keluarga dan anak-anak di Indonesia berupa program-program yang memiliki pengaruh langsung penting dan perlindungan strategis jangka panjang.
“Memberdayakan mereka agar dapat menjaga hak-hak anak mereka dan menjamin masa depannya. Bekerja pada tingkat lokal dan dengan mitra nasional maupun lokal,” tambahnya.
Save the Children memiliki hubungan yang kuat baik dengan masyarakat maupun pemerintah, hubungan yang dapat meningkatkan kemampuan untuk merespons dengan cepat bantuan kemanusiaan di wilayah terdampak bencana di Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala). (Sarifah Latowa)
Keterangan Foto 1: Tiga Remaja berasal dari Desa Labean, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala sedang melakukan demo membuat pisang goreng di acara Festival dan Pameran yang dilaksanakan Save the Children di Desa Lompio, Kecamatan Sirenja, Donggala, Sabtu, (08/2/2020).
Keterangan Foto 2 : Sejumlah ibu-ibu sedang melakukan demo membuat makanan bayi mulai usia 0-6 bulan, 6-9 bulan dan 9- 12 bulan di acara Festival dan Pameran yang dilaksanakan Save the Children di Desa Lompio, Kecamatan Sirenja, Donggala, Sabtu, (08/2/2020).
Keterangan foto 3 : Bupati Donggala Kasman Lassa bersama Kepala Kantor Save the Children Kabupaten Donggala, Wiwied Trisnadi, disela-sela acara Festival dan Pameran yang dilaksanakan Save the Children di Desa Lompio, Kecamatan Sirenja, Donggala, Jumat, (07/2/2020).