PAGI-pagi saat di bandara, saya menyaksikan perdebatan sengit antara dua orang yg berdiskusi terkait dengan orang orang yg saat ini menjadi kebiasaan lapor melapor ke polisi terkait dengan penyebaran berita bohong. Berita bohong dan penyebaran nya di media merupakan perbuatan yang mengancam kehormatan orang lain atau seseorang. lalu saya pun mencoba menulis ini sebagai apresiasi keilmuan dibidang hukum untuk memahami penyebaran berita bohong dalam ketentuan hukum pidana.
Kepentingan hukum yang selalu harus dilindungi oleh negara dan masyarakat dalam hukum pidana selain nyawa manusia, badan atau tubuh manusia, kemerdekaan, harta benda, juga kehormatan.
Unsur Pidana Penyebaran Berita Bohong
Dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE ada salah satu unsur perbuatan pidana yaitu menyebarkan berita bohong dan menyesatkan. Pertanyaannya adalah apakah bohong dan menyesatkan adalah hal yang sama dan apakah jika menyesatkan sudah pasti bohong.?. Perlu deskripsi yang mendalam terhadap perbuatan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan.
Kata “bohong” dan “menyesatkan” adalah dua hal yang berbeda. Dalam frasa “menyebarkan berita bohong” yang diatur adalah perbuatannya, sedangkan dalam kata “menyesatkan” yang diatur adalah akibat dari perbuatan ini yang membuat orang berpandangan salah/keliru. Selain itu, untuk membuktikan telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka semua unsur dari pasal tersebut haruslah terpenuhi. Dalam pasal ini disebutkan bahwa :
“Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Perbuatan yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan salah satu perbuatan yang dilarang dalam UU ITE. UU ITE tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan “berita bohong dan menyesatkan”.
Seseorang dapat dipidana apabila memenuhi beberapa unsur sebagaimana yang dikonstruksikan oleh Simons dalam teorinya “strafbaar feit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. Unsur -unsur itu adalah berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan), Diancam dengan pidana (statbaar gesteld), Melawan hukum (onrechtmatig),
Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand), orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatoaar person). Simons juga menyebutkan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari tindak pidana (strafbaar feit).
Terkait dengan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menggunakan frasa “menyebarkan berita bohong”, sebenarnya terdapat ketentuan serupa dalam Pasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) walaupun dengan rumusan yang sedikit berbeda yaitu digunakannya frasa “menyiarkan kabar bohong”. Pasal 390 KUHP berbunyi sebagai berikut:
Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menurunkan atau menaikkan harga barang dagangan, fonds atau surat berharga uang dengan menyiarkan kabar bohong, dihukum penjara selama-lamanya dua tahundelapan bulan.
Pasal 390 KUHP, apabila ternyata bahwa kabar yang disiarkan itu adalah kabar bohong. Yang dipandang sebagai kabar bohong, tidak saja memberitahukan suatu kabar yang kosong, akan tetapi juga menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian. Menurut hemat kami, penjelasan ini berlaku juga bagi Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Suatu berita yang menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian adalah termasuk juga berita bohong.
Oleh : Sahran Raden
(Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tengah Periode 2018-2023)