MOROWALI, Kabar Selebes – Aliansi Buruh dan Rakyat Bersatu menggelar aksi unjukrasa yang dilakukan di Lapangan Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Rabu (2/10/2019).
Aliansi tersebut merupakan sejumlah serikat buruh dan pekerja yang ada di Kabupaten Morowali. Diantaranya, Serikat Pekerja Industri Morowali (SPIM), Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI DPC Fikep Morowali), Federasi Serikat Pekerja Nasional Indonesia (FSPNI), dan Serikat Buruh Tambang Nickel Indonesia (SB-TANI).
Koordinator Lapangan (Korlap), Risdianto mengatakan, bahwa ada 16 tuntutan yang disampaikan terkait regulasi yang dinilai berdampak buruk bagi rakyat, terlebih kaum buruh di Indonesia.
Regulasi itu diantaranya, UU KPK, Revisi KUHAP, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, Revisi UU Ketenagakerjaan, RUU Minerba, dan beberapa regulasi lainnya.
“Dengan adanya regulasi itu, telah menjadikan rakyat dan kaum buruh sebagai tumbal,” tandas Risdianto.
Pada Revisi UU Ketenagakerjaan, terdapat beberapa poin yang dinilai semakin menyengsarakan kaum buruh. Hal itu dinilai sebagai jalan untuk memuluskan investasi dengan menciptakan buruh murah.
“Ini untuk memperbanyak keuntungan bagi kapitalis atau pemodal asing. UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, masih belum sepenuhnya diterapkan oleh pihak perusahaan, dan masih belum bisa jadi dasar pemenuhan kesejahteraan buruh,” jelasnya.
Ditengah kebutuhan hidup yang semakin tinggi, pemerintahan Joko Widodo justru menaikkan iuran BPJS. Hal tersebut dinilai berbanding terbalik dengan kebijakan menaikkan upah.
“Dilihat standar upah buruh di wilayah Indonesia yang variatif, sedangkan pemerintah menerapkan iuran BPJS secara merata. PP Nomor 78 Tahun 2015 merupakan regulasi yang mengatur politik upah murah,” ungkapnya.
Begitu pun dengan lapangan pekerjaan yang dibuka seluas-luasnya. Tetapi bukan untuk rakyat Indonesia, melainkan untuk asing melalui Permenaker Nomor 228 tentang TKA.
Olehnya, 16 tuntutan disampaikan pada aksi unjukrasa tersebut.
(1) Tolak Revisi UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2013. (2) Tolak RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, dan lain-lain. (3) Cabut PP Nomor 78 Tahun 2015. (4) Cabut Permenaker Nomor 228. (5) Tolak kenaikan iuran BPJS.
(6) Cabut UU KPK yang baru dan menetapkan kembali pada ketentuan sebelumnya. (7) Segera bentuk Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di perusahaan di kawasan IMIP. (8) Tolak aturan-aturan 3 shift dan 3 regu. (9) Hapuskan peraturan siluman yang diterbitkan secara sepihak oleh pihak perusahaan. (10) Kebebasan berserikat bagi buruh.
(11) Pemerataan upah (UMSK) di seluruh sektor. (12) Hilangkan pemotongan insentif yang berlebihan. (13) Cabut dan bahas kembali peraturan aspek K3. (14) Penerapan aturan savety yang lebih profesional. (15) Pembahasan kembali struktur skala upah. (16) Tolak PHK yang tidak prosedural (resign paksa).
Pada aksi unjukrasa tersebut, ada salah satu Anggota DPRD Morowali, Serlan, dari Fraksi PPP. Wakil rakyat baru di dewan itu, menemui pengunjuk rasa untuk menyampaikan undangan terbuka pada 3 Oktober 2019.
“Untuk membahas tuntutan pengunjuk rasa dan solusinya. Ini akan dihadiri semua unsur termasuk pihak perusahaan,” kata Serlan.
Aksi unjuk rasa berjalan damai dan kondusif, serta mendapat pengawalan aparat keamanan dari TNI dan Polri. Di pimpin langsung oleh Dandim 1311 Morowali, Raden Yoga Raharja, dan Kapolres Morowali/Morowali Utara, Bagus Setiyawan. (Ahyar Lani)