PALU, Kabar Selebes – Ratusan massa dari masyarakat adat Patanggota mendatangi kantor DPRD Sulawesi Tengah Kamis (19/9/2019). Massa ini merespons kasus dugaan penyebaran berita hoax yang dilakukan oleh anggota DPRD Sulteng Yahdi Basma terhadap Gubernur Sulteng Longki Djanggola.
Massa yang dipimpin koordinator aksi Salim Baculu itu juga dihadiri oleh Sejumlah Ketua Dewan Adat Patanggota dari Palu, Sigi Donggala dan Parigi Moutong.
Aksi ratusan massa ini dijaga ketat aparat kepolisian. Ratusan personel kepolisian disiagakan di depan gerbang kantor DPRD Sulteng.
Di depan kantor DPRD Sulawesi Tengah, massa meminta agar kasus dugaan hoax terhadap Gubernur Sulteng Longki Djanggola menjadi atensi bagi aparat penegak hukum. Sebab, sejak dilaporkan ke Polda Sulteng oleh Gubernur Longki Djanggola, kasus ini tidak kunjung selesai proses hukumnya dan terkesan tidak diproses.
“Kami meminta agar kasus ini segera diproses. Hari ini empat lembaga adat di tanah Kaili sengaja datang untuk menanyakan perkembangan kasus terhadap orang tua kami Gubernur Longki Djanggola,” kata Salim Baculu dalam orasinya.
Tak puas berorasi di depan pintu gerbang DPRD Sulteng, ratusan massa bergeser ke Mapolda Sulteng yang letaknya bersebelahan dengan kantor DPRD. Massa langsung dihadang ratusan polisi yang juga berjaga di depan gerbang Mapolda Sulteng. Sempat terjadi aksi saling dorong antara massa yang memaksa masuk ke dalam Mapolda Sulteng dan polisi yang berjaga. Namun akhirnya massa bisa ditenangkan kembali dan melanjutkan orasi.
Massa diterima oleh Wadir Reskrimsus AKBP Sirajuddin Ramly dan Kabid Humas Polda Sulteng AKBP Didik Supranoto.
Ketua Dewan Adat Donggala Datu Wajar Lamarauna dalam orasinya menyayangkan lambannya penanganan kasus hoax yang dilakukan anggota DPRD Sulteng Yahdi Basma terhadap Gubernur Longki Djanggola. Datu Wajar memberi ultimatum kepada Polda untuk segera menyelesaikan perkara itu dengan segera menyerahkannya ke kejaksaan.
“Jika tidak, maka kami dari lembaga adat akan memberikan sanksi adat kepada yang bersangkutan (Yahdi Basma) dengan sanksi givu (sanksi denda adat). Dan itu hukuman terakhir dari kami dewan adat,” tegas Datu Wajar Lamarauna.
Wadir Reskrimsus Polda Sulteng AKBP Sirajuddin Ramly yang menerima massa mengatakan bahwa kasus dugaan hoax terhadap gubernur Sulteng itu menjadi atensi dan perhatian pimpinan Polda Sulteng. Sehingga bagi penyidik kasus ini menjadi prioritas.
Menurut Sirajuddin, sejak laporan resmi oleh Pelapor dalam hal ini Bapak Drs. H. Longki Djanggola pada tanggal 5 Juli kemudian pada tanggal 2 Agustus berkas pihak Polda mengirim ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah. Kemudian pada tanggal 15 Agustus terbit P-19 yaitu petunjuk-petunjuk yang diberikan jaksa untuk segera dipenuhi.
“Kami follow up itu dengan memenuhi dari petunjuk jaksa. Kami kirimkan kembali tanggal 27 Agustus dan terbit lagi petunjuk dari jaksa pada tanggal 6 September. Saat ini penyidik kami sedang memenuhi petunjuk-petunjuk dari jaksa dan saat ini penyidik kami berada di Makassar melakukan pemeriksaan ahli hukum tata negara dari Universitas Muslim Indonesia dan Universitas Hasanuddin Makassar,” kata Sirajuddin.
Penjelasan perwira polda itu diterima oleh ratusan massa dan meminta agar kasus ini segera diselesaikan sebelum masyarakat adat mengambil tindakan dengan memberi sanksi adat.(Ifal/Abdee)