GUBERNUR Sulawesi Tengah, Longki Djanggola, melaporkan Anggota DPRD Sulawesi Tengah, Yahdi Basma, ke Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah.
Pelaporan itu terkait berita bohong atau hoaks yang diduga disebarkan Yahdi Basma melalui media sosial. Yahdi diduga mengunggah foto dan menuliskan kata-kata di akun facebook miliknya.
Persoalan hak imunitas anggota dewan pun muncul. Lalu seperti apa hak imunitas dimaksud? Dan bagaimana sorotan kasus itu dalam pandangan hukum.
Berikut opini mantan Hakim MK, Maruarar Siahaan.
Pengertian Imunitas;
Pasal 338 Undang-Undang MD3 menyebut bahwa anggota DPRD tidak dapat dituntut karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD Provinsi maupun di luar rapat DPRD Provinsi yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPRD Provinsi.
Pengertian pernyataan, pertanyaan dan/pendapat lisan atau tertulis dalam rapat atau diluar rapat serta apakah ruang lingkup dari fungsi, wewenang dan tugas DPRD dapat dikatakan mencakup memforward satu pernyataan orang di WA untuk melakukan verifikasi atau sumber informasi.
1. Menurut hemat saya jikalau yang dilakukan adalah menyadur berita dari harian yang telah terbit kemudian dipertanyakan dengan forward ke WA group, maka perbuatan yang menjadi
sumber yaitu harian atau koran yang memuatnya sebagai awal.
Harus dinyatakan dahulu dengan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum, bahwa berita tersebut adalah fitnah atau tidak benar.
2. Berita harian yang menjadi sumber informasi yang terbuka secara publik, harus mendapat penjelasan dan keputusan terlebih dahulu, apakah merupakan tindak pidana atau bukan, baru kemudian sebagai derivasi, jikalau berita diunggah melalui ITE dapat dipermasalahkan;
3. Suatu informasi yang diforward dalam WA untuk mencari kebenaran yang mungkin dilakukan sebagai suatu cara, maka sebagai anggota DPRD adalah menjadi tugas, fungsi dan wewenangnya menggunakan saluran yang tersedia untuk memperoleh data/informasi dalam kerangka melaksanakan tugasnya sebagai anggota DPRD .
Dengan fungsi pengawasan yang boleh bermuara pada hak angket, interpelasi dan hak menyatakan pendapat terhadap kebijakan Kepala Daerah, yang didasarkan kepada demokrasi, dan memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakili demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan R.I.
4. Tindak pidana yang disangkakan dilakukan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus mengacu kepada tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP dengan segala unsur-unsurnya.
Jikalau perbuatan sebagaimana disebut Pasal 27 ayat (3) yang mengandung muatan penghinaan dan pencemaran nama baik mengacu kepada KUHP, maka sesuai dengan kewajiban, tugas dan fungsi DPRD dalam pengawasan yang memerlukan informasi dan data, maka Pasal 310 ayat (3) menyebut bahwa perbuatan demikian tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis jika dilakukan demi kepentingan umum.
Informasi yang di tranmisi dengan maksud untuk verifikasi yang dilakukan oleh seorang anggota DPRD adalah masuk dalam ranah kepentingan umum, dilihat dari tugas dan fungsi pengawasan anggota DPRD, dengan perbuatan yang dilakukan di dalam maupun diluar rapat DPRD;
Kesimpulan;
Terlepas dari mekanisme dan prosedur tentang penyidikan dan pemeriksaan terhadap seorang anggota DPRD yang harus mengacu pada UU MD3 dan pertimbangan MK yang memuat semangat implementasi penyidikan anggota DPR/DPRD,
Pasal 27 UU ITE tidak dapat diterapkan terhadap transmisi yang dilakukan anggota DPRD, karena hal itu masuk dalam ruang lingkup kepentingan umum yang dipertahankan oleh anggota DPRD dalam tugas dan wewenangnya.
Dibuat di Jakarta, 27 Juli 2019, oleh Maruarar Siahaan.
“Ini berita menarik dan berbobot untuk para anggota DPR dan DPRD, kepala daerah, praktisi hukum, polisi, hakim, jaksa, mahasiswa dan para pemerhati keadilan,” kata Abdul Rahim, pemerhati lokal di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Rabu (31/7/2019).*